Sehat Negeriku
No Result
View All Result
Senin, 06/02/2023
  • Beranda
  • Rilis Sehat
  • Foto Sehat
  • Video Sehat
  • Infografis
  • Komik Sehat
  • Blog Sehat
  • Mediakom
Langganan Newsletter
  • Beranda
  • Rilis Sehat
  • Foto Sehat
  • Video Sehat
  • Infografis
  • Komik Sehat
  • Blog Sehat
  • Mediakom
No Result
View All Result
Sehat Negeriku
No Result
View All Result

Tantangan dan Komitmen dalam Penanganan : Antimicrobial Resistance (AMR) di Indonesia

Rokom by Rokom
29 Juni 2015
Reading Time: 4 mins read
A A
0
blank
Bagikan di FacebookBagikan di WhatsappBagikan di Line

Oleh Nila F. Moeleok

 

Jika kita mengamati jenis penyakit yang paling dikhwatirkan di masa lampau, maka sebagian besar kekhawatiran tersebut berpusat pada penyakit-penyakit infeksi. Penyakit-penyakit infeksi dipandang merupakan ancaman terbesar pada upaya perwujudan tujuan pembangunan manusia. Hal ini terefleksi dengan jelas pada target-target yang harus dicapai dalam Millennium Development Goals (MDGs), yang memberikan penekanan yang kuat pada upaya penanggulangan penyakit-penyakit infeksi.

Di tahun-tahun belakangan ini ancaman lain yang semakin menghantui adalah jenis penyakit non-infeksi (NCDs), seperti penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan, dan diabetes. Prevalensi penyakit ini terus meningkat dari waktu ke waktu dan memberikan ancaman serius terhadap upaya-upaya mewujudkan kehidupan masyakarat yang sehat dan produktif.

Namun di samping itu semua, tantangan lain yang harus mendapatkan perhatian yang sama seriusnya adalah implikasi atau ekses dari pengobatan itu sendiri, melalui penggunaan antibiotik tidak sesuai dengan protokol yang tepat, sehingga menimbulkan resistensi antimikroba (antimicrobial resistence, AMR).Kuman peyebab penyakit yang kebal atau resisten terhadap antibiotik menjadikan penyakit sulit disembuhkan yang berakibat meningkatnya angka kesakitan, angka kematian, dengan biaya yang meningkat tajam. Dalam perkembangannya, AMR telah menjadi salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar pada abad ke-21.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh pakar ekonomi terkemuka Jim O’Neill, yang mengkaji dampak-dampak ekonomi di seputar persoalan AMR, diperkirakan bahwa terdapat 700.000 kematian setiap tahun akibat AMR. Kegagalan dalam menangani AMR akanmenyebabkan 10 juta kematian setiap tahun dan diperkirakan menghabiskan biaya hingga US$ 100 triliun pada tahun 2050.

Menyadari dampak kesehatan dan ekonomi yang sedemikian besar dari penggunaan antibiotik yang kurang tepat, pada World Health Assembly (WHA) ke-68 pada bulan Mei 2015 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah menyepakati dibentuknya Global Action Plan untuk menangani AMR ini di seluruh dunia. Termasuk di sini adalah resistensi antibiotik yang merupakan kecenderungan resistensi obat-obatan yang paling mendesak dewasa ini.

Perlu dikemukakan bahwa pemakaian antibiotik yang tidak rasional bukan hanya terjadi di bidang kesehatan manusia tapi juga di bidang kesehatan hewan; dalam hal inipeternakan dan perikanan dan hampir semua antibiotik yang digunakan pada manusia juga digunakan di bidang peternakan.Oleh karena itu, diperlukan   pendekatan yang koheren, komprehensif dan terpadu dari berbagai sektor terkait untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang ditimbulkan AMR yang dikenal sebagai one health policy.

Menyadari betapa mendesaknya upaya-upaya penanganan AMR baik di tingkat nasional maupun global, Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Rencana Aksi Nasional untuk penanganan AMR selama lima tahun. Rencana Aksi Nasional ini disusun melalui pembentukan Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba pada 2014, yang melibatkan pemangku kepentingan utama seperti para akademisi, organisasi profesi, dan lembaga swadaya masyarakat.

 

Tugas-tugas terpentingdari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba antara lain mencakup penyusunan rencana strategis dan rencana aksi untuk program pengendalian resistensi antimikroba. Di samping itu, Komite ini juga akan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan dalam penyusunan kebijakan program pengendalian resistensi antimikroba baik di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, maupun di tingkat komunitas.

Sebagai implementasi lebih jauh dari program pengendalian resistensi antimikroba ini, Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan Permenkes No. 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit, beserta Pedomannya. Permenkes ini merupakan referensi utama bagi seluruh rumah sakit di Indonesia   dalam upaya mengendalikan resistensi antimikroba, dengan tujuan   agar program pengendalian resistensi antimikroba di tingkat rumah sakit ini dapat berlangsung secara baku, terukur, dan terpadu.

Dalam aplikasinya, program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit bertumpu pada dua upaya utama, yakni: 1) mengendalikan berkembangnya mikroba resisten akibat tekanan seleksi oleh antibiotik, melalui penggunaan antibiotik secara bijak, dan 2) mencegah penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.

Perlu disadari bahwa semua usaha yang dilakukan dalam penanggulangan resistensi antimikroba perlu juga dilakukan di pelayanan kesehatan primer baik puskesmas maupun praktek dokter mandiri. Selain itu penggunaan antibiotik tanpa resep dokter merupakan praktik yang luas di masyarakat dan berpotensi menyebabkan terjadinya resistensi antimikroba. Untuk mengatasinya, peningkatan kesadaran masyarakat dan pengawasan terhadap produksi, distribusi dan penjualan antibiotik menjadi hal yang sangat penting.

 

Menyadari bahwa upaya pengendalian resistensi antimikroba yang efektif tidak mungkin dilaksanakan semata-mata oleh pemerintah saja, Kementerian Kesehatan telah membentuk peta strategi pengendalian resistensi antimikroba yang melibatkan peran para pemangku kepentingan lain di luar pemerintah. Salah satu perwujudan dari hal ini adalah membangun kemitraan strategis dengan   lembaga swadaya masyarakat,   organisasi-organisasi profesi medis, dan dunia perguruan tinggi. Selain itu, kemitraan yang sama juga dibentuk dengan sektor-sektor pemerintah lainnya, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dll, khususnya dalam pengembangan dan pemanfaatan antimikroba.

Pada intinya semua upaya pengendalian resistensi mikroba ini akhirnya bermuara pada dua aspek fundamental.

Pertama, bagaimana agar antibiotik dapat digunakan secara bijak oleh semua pihak yang terkait. Semua ini mensyaratkan adanya kepatuhan yang ketat terhadap prinsip-prinsip penggunaan antibiotik secara bertanggung jawab.Jika demikian inti persoalannnya, maka upaya pengendalian resistensi antimikroba akan banyak berada di seputar program-program peningkatan kesadaran dan pengetahuan tentang penggunaan   antibiotik secara bijak dan bertanggung jawab. Dengan melihat kecenderungan akhir-akhir ini dari konsekuensi penggunaan antibiotik yang kurang tepat, maka kesadaran tentang implikasi dari penggunaan tersebut   harus mendasari upaya-upaya pengendalian resistensi antimikroba, baik di tingkat fasilitas layanan kesehatan, maupun di tingkat masyarakat. Pada gilirannya, dengan terbentuknya pengetahuan dan kesadaran ini, terutama mengenai implikasi-implikasi dari penggunaan antibiotik yang tidak sesuai, maka   kepatuhan terhadap penggunaan antibiotik secara bertanggung jawab akan lebih mudah terwujud. Pengalaman di negara lain memperlihatkan masyarakat yang sudah sadar menjadi kritis setiap mendapat resep antimikroba.

Kedua, memperbaiki pengelolaan antimikroba mulai dari produksi, distribusi, penjualan serta pengamatan yang terencana dan terstruktur terhadap penggunaannya.

Adalah penting untuk mencermati dampak-dampak penggunaan antibiotik yang kurang tepat di berbagai tingkat layanan kesehatan dan di masyarakat. Diproyeksikan akan adanya peningkatan laju kematian dan kerugian ekonomi yang sangat besar di masa depan, jika pendekatan terhadap penggunaan antibiotik masih bersifat business-as-usual.

Menyadari hal tersebut, tidak ada pilihan lain selain memastikan agar upaya-upaya pengendalian resistensi antimikroba dapat berjalan secara efektif dan berkesinambungan untuk menghindari masalah kesehatan masyarakat dan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar di masa depan. Untuk itu,upaya-upaya kolektif yang berkelanjutan dari semua pemangku kepentingan perlu terus dikembangkan untuk menghasilkan pengendalian resistensi mikroba yang efektif di tanah air.

 

******

Tags: (AMR)AntimicrobialDALAMdandiindonesiaKomitmenPenangananResistanceTantangan
ShareSendShare
Rokom

Rokom

Redaksi Sehat Negeriku

Informasi Terkait

blank

Tingkatkan Kapasitas Layanan Kesehatan Rujukan melalui Kolaborasi

19 Januari 2023
blank

Babak Baru Eliminasi TBC Global

1 Agustus 2019
blank

Salah Satu Berkah Ramadhan, Udara Bersih dari Asap Rokok

25 Mei 2018
blank

Bawa Anak ke Posyandu, Siapa Tahu jadi Presiden

25 Mei 2018
freepik.com

Jangan Gigit Aku

25 Mei 2018
blank

Bekal Sehat Gizi Seimbang

12 April 2018
Next Post
blank

Kemenkes Siagakan Ribuan Pos Kesehatan di Sepanjang Jalur Mudik Lebaran

blank

Tidak Ada TKI di Korsel Terjangkit Virus MERS COV

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tweet oleh @KemenkesRI
Berita Utama

Indonesia Sampaikan Kesiapan Kolaborasi dalam Pembahasan Isu Kesehatan Presidensi G20 Tahun 2022

13 September 2021
Berita Utama

Kemenkes Tingkatkan Layanan Kesehatan Gigi dan Mulut Yang Aman Dari Penularan COVID-19

12 September 2021
Berita Utama

Wamenkes Dante Minta Masyarakat Waspadai Lonjakan Kasus COVID-19

11 September 2021
Berita Utama

Belajar dari Pandemi COVID-19, Menkes Ingatkan Pentingnya Perencanaan Pembangunan yang Memperhatikan Aspek Kesehatan dan Lingkungan

11 September 2021

Rekomendasi Artikel

blank

Sertifikat Vaksin & Data Bermasalah? Ini Solusinya

14 Agustus 2021
blank

Terlambat Vaksinasi COVID-19 Dosis Kedua Tidak Akan Pengaruhi Efektivitas Vaksin

3 Agustus 2021
blank

Kemenkes Tegaskan Vaksin Moderna Hanya untuk Booster Nakes dan Publik yang Belum Pernah Menerima Vaksin COVID-19

13 Agustus 2021

Berita Populer

  • blank

    Penerima Vaksinasi COVID-19 dapat Registrasi via WA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vaksin COVID-19 Merek Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax Tidak Dapat Dipergunakan untuk Vaksinasi Gotong Royong

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemerintah Tetapkan Batasan Tarif Pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vaksin AstraZeneca Aman, Penghentian Sementara Hanya Pada Kelompok CTMAV547

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Virus Corona Varian Baru B.117, B.1351, B.1617 Sudah Ada di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Sehat Negeriku

Sehat Negeriku adalah kanal berbagi informasi tentang kegiatan Kementerian Kesehatan, baik berupa rilis yang dikeluarkan Kemenkes, dokumentasi foto dan video, maupun tulisan ringan seputar info-info kesehatan.

Jejaring Website Terkait

  • Kementerian Kesehatan RI
  • Biro Komyanmas

Informasi Lainnya

  • Tentang Sehat Negeriku
  • Peta Situs
blank
Infografis

Hari Tanpa Tembakau Sedunia

31 Mei 2019
blank
Infografis

Lebaran Sehat

19 Februari 2019
blank
Infografis

Mudik Sehat dan Aman

19 Februari 2019
blank
Infografis

Lansia Indonesia

19 Februari 2019
blank
Infografis

Sahur Sehat

19 Februari 2019

© 2021 Sehat Negeriku - Biro Komunikasi & Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Rilis Sehat
  • Foto Sehat
  • Video Sehat
  • Infografis
  • Komik Sehat
  • Blog Sehat
  • Mediakom
Langganan Newsletter

© 2021 Sehat Negeriku - Biro Komunikasi & Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI.