Pemandangan yang lain dari biasanya terlihat di Puskesmas Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Presiden RI, Ir. Joko Widodo didampingi Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) dan Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD, melakukan peninjauan ke Puskesmas yang berada di Jalan H. Baping, Kelurahan Susukan tersebut, Senin (18/7).
Pagi ini, selain menerima layanan kesehatan seperti biasa, Puskesmas Kecamatan Ciracas melaksanakan kegiatan imunisasi wajib bagi sejumlah anak yang telah terverifikasi pernah mendapatkan vaksin palsu di salah satu tempat praktik Bidan di wilayah Ciracas. Tidak hanya Puskesmas Kecamatan Ciracas, RSU Kecamatan Ciracas juga disiagakan sebagai langkah antisipasi memobilisasi pasien imunisasi bila terjadi penumpukkan saat pelaksanaan.
Guna menindaklanjuti hasil penyelidikan Bareskrim POLRI terkait kasus vaksin palsu di beberapa Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), dilakukan imunisasi wajib atau vaksinasi kembali guna memitigasi dampak pemberian vaksin palsu. Tahap pertama pelaksanaan vaksinasi ulang akan diselenggarakan pada Senin, 18 Juli 2016 di empat lokasi, yakni Puskesmas Kelurahan Ciracas dan RSU Kecamatan Ciracas; RS Harapan Bunda, Jakarta Timur; dan RS Sayang Bunda, Bekasi. Pelaksanaan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan data hasil penyidikan Bareskrim POLRI.
Pada kesempatan kali ini, lebih kurang 36 anak ex pasien Bidan E yang terindikasi mendapatkan vaksin palsu diminta kehadirannya untk divaksinasi ulang di Puskesmas Ciracas atau RSU Kecamatan Ciracas. Sedangkan untuk kasus lainnya, di RS Harapan Bunda Jakarta Timur, terverifikasi 20 anak dan RSIA Sayang Bunda Bekasi 20 anak. Dengan diawali dengan pemeriksaan kesehatan oleh dokter spesialis anak, pelaksanaan imunisasi dilakukan oleh tenaga kesehatan yang yang telah ditunjuk oleh Pemerintah didampingi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
“Bertahap, tentu tidak mungkin sekaligus. Kita dapat datanya dari Bareskrim dan ke depan bisa bertambah lagi”, tutur Menkes.
Vaksin yang digunakan dalam kegiatan imunisasi wajib ini ada dua macam. Pertama, vaksin DPT (Difteri Pertusis dan Anti Tetanus), HB (Hepatitis B) dan HiB (Haemophilus Influenza type B) atau yang lebih dikenal dengan sebutan vaksin pentavalen yang mampu memberikan kekebalan terhadap 5 jenis penyakit. Kedua, oral polio vaccine (OPV) yang mampu memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Vaksin pentavalen dan OPV tersebut merupakan vaksin yang termasuk ke dalam program nasional imunisasi dasar lengkap milik pemerintah.
“Kita akan memberikan imunisasi sesuai dengan memperhatikan jenis vaksin palsu yang pernah didapatkan dan usia anak saat ini”, terang Menkes.
Sebelumnya proses pendataan telah dilakukan untuk memverifikasi data pasien yang terindikasi mendapatkan vaksin palsu. Setelah data terverifikasi, dilakukan pengecekan kembali dan dihubungi untuk melakukan imunisasi wajib. Keluarga yang sudah dihubungi, diharapkan hadir untuk membawa anaknya guna mendapatkan vaksinasi kembali sesuai jadwal dan tempat yang telah diinformasikan.
“Satgas sudah melakukan kontak via telepon kepada keluarga anak yang menerima vaksin palsu ini”, tandas Menkes.
Imunisasi adalah upaya membuat individu menjadi kebal terhadap suatu penyakit infeksi dengan pemberian vaksin. Vaksin adalah suatu zat yang diberikan kepada individu yang sehat guna merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi pada masa mendatang.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.