Jakarta, 28 Februari 2017
Adanya Perpres Nomor 124 Tahun 2016 yang mengatur perubahan atas Perpres Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), bukan berarti Pemerintah mengurangi peranannya terhadap program penanggulangan AIDS. Pemerintah ingin menegaskan, dan meningkatkan lagi terutama Pemerintah di daerah, provinsi, kabupaten/kota tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai Permendagri Nomor 18 Tahun 2016.
“Alhamdulillah di SPM kesehatan, HIV/AIDS itu sudah masuk, yang tadinya belum ada, sekarang sudah masuk,” kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Mohammad Subuh, MPPM, di Jakarta (28/2).
Mengenai hal ini diperkuat lagi dengan Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM, di situ terdapat kegiatan terkait HIV AIDS yang wajib diimplementasikan. Jika wajib seperti ini maka Bupati dan Walikota dapat dievaluasi bahkan sampai diberhentikan. Undang-undang mengatakan hal tersebut.
“Saya memahami masa transisi ini karena sudah 10 atau 11 tahun berada dalam satu koridor pekerjaan,” ujarnya.
Pada akhir 2017 memasuki 2018, tambah dr. Subuh, diharapkan sudah ada kejelasan akan implementasi dari Perpres No. 124/2016 ini. Dengan adanya Perpres ini penanggulangan HIV AIDS di Indonesia tetap akan menjadi prioritas karena sudah diatur dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) sampai dengan tahun 2025.
RPJMN merupakan kewajiban setiap lembaga, bahkan Pemerintah Daerah dari provinsi, kabupaten/kota bertanggungjawab dalam penanggulangan HIV/AIDS. Kemenkes sudah membuat rencana strategis (Renstra) untuk mewujudkannya.
“Saya ingatkan bahwa tugas pokok KPAN menurut Perpres Nomor 76 adalah penggerakan sektor, bukan merupakan implementary body. Karena implementary body ada di kementerian teknis, baik Kemenkes, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, ada juga di lembaga lain, misalnya di BKKBN. Itu merupakan tanggung jawab mereka sesusai RPJM-nya,” kata dr. Subuh.
Soal keberlanjutan KPAN, sedang dalam proses penelaahan lagi mengenai bagaimana bentuknya, karena statusnya sekarang ini masih peralihan.
Dr. Subuh menjelaskan tentang Lembaga Non Struktural (LNS) yang dievaluasi oleh pemerintah dalam rangka efisiensi, efektifitas dan teknis program. Ada 10 LNS, dimana salah satunya adalah KPAN. Dari 10 LNS ini ada 9 yang dibubarkan salah satunya Komnas Zoonosis.
“Nah itu sembilan lembaga dibubarkan melalui Perpes 116, saya kira Pemerintah peduli dengan ini, maka diaturlah Perpers Nomor 124 yang mengatur peralihan. Jadi secara de jure belum terjadi pembubaran. Hanya disebutkan dalam Perpres tersebut, kementerian teknis untuk lebih aktif mengatur masa transisi dari KPAN,” tambahnya.
Ketua dan wakil ketua tetap dipegang oleh Menko PMK, wakil ketua oleh Menkes dan Mendagri. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ditunjuk sebagai Sekretaris KPAN.
Banyak hal teknis yang harus dikembalikan kepada kementerian teknis. Pada kenyataannya semua sama-sama berkonstribusi. KPAN tidak mungkin berkerja sendiri karena tugas pokoknya menggerakkan sektor, melakukan advokasi, dan melakukan sosialisasi. Kalau pun bekerja sebagai implementary body, dia bekerja sebagai donatur.
APBN jelas tidak memberikan anggaran untuk kegiatan-kegiatan KPAN. Inilah yang mungkin ingin ditertibkan oleh pemerintah untuk efisiensi. Pada dasarnya bahwa pekerjaan-pekerjaan secara teknis itu harusnya kementerian teknis, dan kementerian teknis yang membidangi HIV AIDS adalah Kemenkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP. 196110201988031013