Jakarta, 21 Maret 2017
Tanggal 3 Maret diperingati sebagai Hari Kelainan Bawaan Sedunia. Pada peringatan ketiga di tahun 2017 ini, Kementerian Kesehatan mengadakan seminar bertajuk “Cegah Kelainan Bawaan Melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” berupa panel presentasi dan satu sesi talkshow wawancara dengan keluarga yang anaknya mengalami kelainan bawaan.
Kelainan bawaan merupakan masalah global. Di dunia, diperkirakan 6% dari total kelahiran (7,9 juta anak) lahir dengan kelainan bawaan dan sekurangnya 3,3 juta anak diantaranya meninggal dibawah usia 5 tahun. Sedangkan 3,2 juta bayi yang selamat memiliki kelainan sepanjang usianya.
Di Indonesia, kelainan bawaan merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir dan Balita. Mengutip data laporan riset dasar kesehatan (Riskesdas, 2007) yang menyatakan bahwa kelainan bawaan berkontribusi sebesar 1,4% terhadap kematian bayi 0-6 hari dan sebesar 18,1 % terhadap kematian bayi 7-28 hari. Kelainan bawaan berkontribusi sebesar 5,7% bagi kematian bayi dan 4,9% bagi kematian Balita.
Kementerian Kesehatan bersama dengan profesi (IDAI, POGI, PORMIKI) dan akademisi (FKM UI) memulai surveilans kelainan bawaan berbasis rumah sakit di 13 Rumah Sakit pada September 2014. Hingga tahun 2017 terdapat 28 rumah sakit yang sudah dilatih dan melaksanakan surveilans kelainan bawaan tersebut. Surveilans berfokus pada 16 jenis kelainan bawaan yang dilakukan surveilans berdasarkan kelainan bawaan yang preventable, detectable (kelainan makro yang mudah dikenali tanpa memerlukan alat atau pemeriksaan khusus) dan correctable, serta dampaknya besar terhadap kesehatan masyarakat.
Hasil laporan data kelainan bawaan berdasarkan surveilans kelainan bawaan hingga Desember 2016, tercatat 494 kasus dengan rincian jenis kelainan yaitu talipes 102 kasus (20,6%), celah bibir dan atau langit-langit serta neural tube defects masing – masing 99 kasus (20%), omphalocele 58 kasus (11,7%), atresia ani 50 kasus (10,1%) dan gastroschisis 27 kasus (5,5%). Sementara itu, berdasarkan data rutin Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, jumlah kematian bayi baru lahir akibat kelainan bawaan adalah 2.292 kasus atau 10,8% dari seluruh kematian bayi baru lahir.
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), menyatakan bahwa kelainan bawaan pada bayi baru lahir dapat dikatakan sebagai faktor risiko yang dapat diturunkan secara genetik. Karena itu, salah satu pencegahan yang dilakukan adalah pemeriksaan kesehatan sebelum menikah.
“Boleh kita berfikir kelainan bawaan ini dapat diturunkan (genetik), untuk mencegahnya adalah pemeriksaan sebelum melakukan perkawinan, melakukan deteksi dini jauh sebelumnya”, tutur Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), pada pembukaan kegiatan Seminar Hari Kelainan bawaan Sedunia yang mengangkat tema “Cegah Kelainan Bawaan Melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat GERMAS” di Auditorium Siwabessy Kemenkes RI, Jakarta Selatan, Selasa (21/2).
Dalam sambutannya, Menkes menyebutkan bahwa kelainan bawaan antara lain disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat seperti kekurangan asam folat, merokok dan mengkonsumsi alkohol, kurang aktifitas fisik, mengkonsumsi obat-obatan teratogenik. Selain itu dapat juga dipengaruhi oleh pencemaran lingkungan seperti merkuri, timbal, arsen dan zat organophosphate pada pestisida.
“Selain pemeriksaan dini, gizi saat kehamilan juga harus dipenuhi dan pola makan harus dijaga, jangan banyak mengkonsumsi makanan berpengawet dan mengandung bahan tambahan kimia. Waspadai pula pencemaran lingkungan yang sudah semakin meluas pada saat ini, salah satu bahan berbahaya dan beracun adalah merkuri”, kata Menkes.
Tantangan akibat kelainan bawaan tidak hanya terkait dengan kematian pada bayi baru lahir, namun dampak psikologis yang timbul akibat adanya anggota keluarga yang menderita kelainan kongenital yang mempengaruhi kualitas hidup penderita dan juga seluruh anggota masyarakat.
“Stigma dan diskriminasi yang sering dialami penyandang kelainan bawaan masih merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian kita semua”, tutur Menkes
Kesadaran masyarakat dan keluarga merupakan hal penting untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan pada generasi penerus kita. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan upaya untuk meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktifitas masyarakat sehingga dapat berdampak pada menurunnya beban biaya pada masyarakat. Melalui kegiatan seminar kelainan bawaan hari ini, diharapkan semua bersama-sama dapat mendukung GERMAS khususnya untuk mencegah kelainan bawaan pada bayi baru lahir serta memberikan perhatian kepada penderita kelainan bawaan tanpa adanya stigma ataupun diskriminasi agar dapat terpenuhinya hak-hak mereka sebagaimana masyarakat lainnya.
“Semua Kementerian, lintas sektor dan seluruh komponen masyarakat perlu mendukung GERMAS”, imbuh Menkes.
Kegiatan utama GERMAS untuk mendukung pencegahan terjadinya bayi baru lahir dengan kelainan bawaan antara lain yaitu peningkatan aktifitas fisik, perilaku hidup bersih dan sehat, mengkonsumsi buah dan sayur, pencegahan dan deteksi dini penyakit melalui melakukan pemeriksaan kesehatan berkala serta peningkatan kualitas lingkungan termasuk pencegahan pencemaran lingkungan dan edukasi hidup sehat.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH