Jakarta, 31 Maret 2017
Kebijakan saat ini, pemberian obat malaria pada suspect gejala malaria, harus dikonfirmasi laboratorium terlebih dahulu. Pada daerah yang sulit, tersedia Rapid Diagnostic Test (RDT) atau tes diagnosis cepat sehingga secara cepat dapat diketahui hasilnya, apakah terdapat parasit atau plasmodium atau tidak di dalam darahnya.
“Kalau positif, dia harus segera diberikan obat. Saat ini tidak ada lagi pemberian obat malaria kepada seseorang yang hanya menunjukkan gejala tanpa disertai konfirmasi laboratorium. Jadi harus dikonfirmasi dahulu baru mendapatkan obat”, ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI, drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid, Dalam kegiatan temu media tentang Kebijakan Pencegahatan dan Pengobatan Malaria” yang diselenggarakan di Kantor Kemenkes RI pada Jumat (31/3) lalu.
Sesudah dikonfirmasi laboratorium, pengobatan Malaria menggunakan terapi kombinasi berbasis Artemisin yakni Artemisinin Based Combination Therapy (ACT). Obat kombinasi tersebut efektif dan mencegah timbulnya resistensi. Kombinasi yang digunakan adalah Dihidroartemisinin + Piperakuin (DHP). Pengobatan malaria di lini I berupa ACT selama 3 hari baru diberikan Primakuin.
“Obat malaria ini generik dan tersedia di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas) di seluruh Provinsi. Obat ini dibeli oleh anggaran pemerintah, sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya dengan tanpa biaya (gratis)”, tegas drg. Vensya.
Pengobatan secara radikan bisa membunuh semua stadium parasit Plasmodium di dalam tubuh manusia. Bagi yang sedang menjalani pengobatan, harus tuntas. Fungsinya untuk memutus mata rantai pengobatan.
“Dimohonkan bagi yang sedang meminum obat ini, harus tuntas. Bayangkan, bila tidak tuntas masih ada mata rantainya, masih bisa menularkan,” pesan drg. Vensya.
Penggunaan DHP sebagai obat anti malaria diperkenalkan pertama kali di Papua dan Papua Barat pada 2008 dan mulai diberlakukan secara nasional pada 2011. Pemerintah sudah menyediakan anggaran dalam penyediaan obat anti malaria sehingga tidak ada keraguan bagi masyarakat, bahwa obat ini tersedia dan masyarakat dapat memanfaatkan saat dibutuhkan.
“Hingga saat ini Indonesia belum ditemukan adanya resistensi dari DHP ini”, tandas drg. Vensya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP 196110201988031013