Jakarta, 31 Maret 2017
Belakangan ini, masyarakat semakin marak berkunjung ke kawasan timur Indonesia yang memiliki daya tarik wisata luar biasa. Sebelum melakukan perjalanan ke sana, ada baiknya untuk mencari informasi mengenai malaria dan upaya pencegahannya. Hal ini dikarenakan bahwa wilayah timur Indonesia masih menjadi daerah endemis malaria.
“Saat ini sudah 247 Kabupaten/Kota di Indonesia yang mencapai eliminasi malaria. Memang yang masih ada malaria itu di kawasan Timur Indonesia, masih banyak kasusnya di sana. Bahkan 80% kasus malaria Indonesia berasal dari sana”, tutur Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI, drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid, Dalam kegiatan temu media tentang Kebijakan Pencegahan dan Pengobatan Malaria yang diselenggarakan di Kantor Kemenkes RI pada Jumat (31/3) lalu.
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hanya disebarkan oleh nyamuk Anopheles betina. Ada banyak sekali jenis parasit Plasmodium, tapi hanya lima jenis yang menyebabkan malaria pada manusia. Parasit masuk ke dalam aliran darah manusia melalui gigitan nyamuk. Gigitan ini lebih sering terjadi pada malam hari.
Hingga saat ini, masih ada 41 Kabupaten/Kota di Indonesia yang memiliki endemisitas malaria yang tinggi. Sebanyak 39 dari 41 daerah tersebut berada di Kawasan Timur Indonesia, yakni Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara.
Secara rinci, berikut adalah nama 41 Kabupaten/Kota dimaksud: 18 Kabupaten/Kota di Papua (Kota Jayapura, Kab. Jayapura, Keerom, Sarmi, Biak Numfor, Supiori, Merauke, Mappi, Boven Digoel, Nabire, Kepulauan Yapen, Mimika, Panilai, Asmat, Waropen, Yahokimo, Intan Jaya, dan Deiyai); 7 Kabupaten di Papua Barat (Sorong Selatan, Manokwari, Teluk Wondama, Fak-fak, Tambraw, Pegunungan Arfak, dan Manokwari Selatan); 8 Kabupaten di NTT (Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Timur, Belu, Alor, Lembata, dan Ende); 4 Kabupaten di Maluku (Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Kepulauan Aru, dan Maluku Barat Daya); Kab. Kepulauan Sangihe di Sulawesi Utara; Kab. Halmahera Timur di Maluku Utara; Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat; dan Kab. Lingga di Kepulauan Riau.
“Setiap tahun, sebanyak 2.334 pelaku perjalanan dilaporkan menderita gejala malaria setelah kembali ke tempat asalnya. Adapun gejala malaria, di antaranya demam, berkeringat, mual, lesu, menggigil (panas dingin), muntah, diare, badan kuning, dan bila tidak segera diobati dapat berakibat fatal,” kata drg. Vensya.
Pada kesempatan tersebut drg. Vensya menyatakan bahwa pencegahan yang paling utama adalah menghindari gigitan nyamuk. Apabila seseorang harus melakukan perjalanan ke daerah yang endemisitas malaria tinggi, lakukanlah perlindungan dari gigitan nyamuk melalui berbagai cara.
“Kalau boleh tidak keluar malam. Tetapi bila pun harus bekerja di malam hari, lindungi tubuh dengan pakaian yang panjang dan terang, tidur menggunakan kelambu, dan gunakan losion anti nyamuk. Kalaupun tetap tergigit, dan muncul gejala, segera periksakan ke pelayanan kesehatan,” tandas drg. Vensya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP 196110201988031013