Malaka, 6 Mei 2017
Rumah Sakit Penyangga Perbatasan (RSPP) Betun menjadi satu-satunya fasilitas layanan kesehatan rujukan rakyat Republik Indonesia yang berbatasan dengan wilayah Negara Republik Demokratik Timor Leste. Melengkapi jenis layanan di perbatasan menjadi salah satu faktor penguat rasa nasionalisme.
“Indikator di perbatasan adalah kualitas pelayanan agar masyarakat tidak mencari layanan di tempat lain justru yang dari luar harus ke sini. Jadi rakyat Timor Leste berobat ke sini berarti sudah bagus,” terang Bupati Malaka dr. Stefanus Bria Seran, MPH ketika menerima kunjungan tematik media massa, Jumat (5/5).
Meski maklum berstatus wilayah pemekaran dari Kabupaten Belu, Stefanus menginginkan percepatan pemenuhan fasilitas penunjang untuk meningkatkan kelas RSPP Betun. RS yang terletak di Jalan Sukabihanawa, Desa Kamanasa Kecamatan Malaka Tengah ini berkelas D. Sehingga bersifat transisi dengan kemampuan hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi. Rumah sakit ini juga menampung rujukan yang berasal dari Puskesmas.
Bupati yang pernah menjabat sebagai Kadinkes Provinsi NTT ini pun memahami kunci meningkatkan layanan Fasyankes melalui 6 elemen, yakni: sumber daya manusia, alat kesehatan, sarana kesehatan, bangunan, dan anggaran.
“Yang paling dibutuhkan saat ini tenaga kesehatan spesialis. Malaka punya tiga masalah besar, kurang kandidat spesialis, banyak yang tak lolos penerimaan masuk seleksi spesialis, dan membuat betah dokter,” cetus Stefanus.
Dari pengamatannya, target jangkauan RSPP Betun belum tercapai karena jenis layanannya minim. Saat ini, hanya terdapat empat dokter ahli, yang idealnya butuh tujuh dokter spesialis. Yang belum terpenuhi adalah dokter spesialis kandungan, anestesi, bedah, radiologi, dan gizi.
“Kadangkala mereka hanya setahun bertugas sudah keluar. Maka, kini kami sediakan insentif memadai dan fasilitas penunjang dokter lainnya,” ujar Stefanus.
Direktur RSPP Betun P Frida Pahik mengakui kelas D disematkan karena kekurangan dokter spesialis. Saat ini, ujarnya, ada empat dokter spesialis yang ditempatkan sejak tahun 2015, yakni spesialis penyakit dalam, bedah, anak, dan syaraf. Tahun ini, ia mengajukan penambahan dokter anestesi. “Kami juga berterima kasih telah ada penempatan dari Kemenkes untuk Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) mandiri,” imbuh Frida.
Optimisme Kadinkes Malaka ini muncul seiring penyusunan Peraturan Bupati untuk menetapkan Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan. Upaya lain untuk akselerasi pelayanan melalui pengalokasian anggaran kesehatan sebesar 9,8 persen atau senilai Rp 91,698 miliar. Khusus RSPP Betun mendapat Rp 28,2 miliar.
Dana tersebut sebagian besar diperuntukkan ke pos sumber daya manusia, seperti beasiswa pendidikan Nakes berijazah D0-D1 ke DIII.
Tambahan insentif ini termasuk terbesar dibandingkan kabupaten lain di NTT. Supaya minat dokter besar untuk mengabdi di perbatasan. Efeknya, tak perlu rujuk pasien lagi ke RSUD Mgr. Gabriel Manik SVD Atambua.
Alokasi DAK afirmasi untuk tiga puskesmas perbatasan pun membantu percepatan layanan kesehatan. Masing-masing mendapat tiga unit kendaraan terdiri dari satu mobil puskesmas keliling, mobil KIA, dan gawat darurat/rujukan. Fungsinya untuk antar jemput pasien umum serta ibu hamil dan bayi.
“Bupati meembuat kebijakan tersebut, total tahun ini membeli 30 kendaraan untuk layanan kesehatan,” ungkap Frida.
Sebagai studi banding, RSPP Betun juga mempunyai program sister hospital dengan RSUD dr. Moewardi, Solo, Jawa Tengah.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP.196110201988031013