Jakarta, 18 Desember 2018
Salah satu cara penyebaran virus HIV adalah dengan penggunaan Narkoba, terutama penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Keberadaaan warga binaan pemasyarakatan (WBP) di rumah tahanan (Rutan) dan lembaga pemasyarakatan (Lapas) dengan latar belakang kasus penyalahgunaan Narkoba menjadi sebuah perhatian khusus bagi Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek. Data Kemenkumham mencatat, saat ini terdapat 1.042 tahanan dan WBP di Rutan/Lapas yang positif HIV.
Pada kesempatan penyelenggaraan puncak peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) 2018 yang mengangkat tema “Saya Berani, Saya Sehat: Ada Obat, Ada Jalan”, Menkes Nila Moeloek menyambangi Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika kelas IIA, Jakarta, Senin siang (17/12).
“HIV jika tidak diobati bisa berlanjut menjadi AIDS. Ingat, ada obat, ada jalan,” tutur Menkes Nila Moeloek.
Dalam sambutannya, Menkes menegaskan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan obat antiretroviral (ARV) bagi seluruh orang dengan HIV/AIDS, termasuk para tahanan dan WBP di Rutan dan Lapas, bahkan tetap dijamin meski telah berakhir masa penahanannya. ARV dijamin ketersediaannya oleh pemerintah dan gratis pemanfaatannya.
“Kalau dia sudah keluar (bebas), dia tetap bisa ke Puskesmas, kami sediakan di sana. Obat ini jangan sampai putus. Seumur hidup loh ini obatnya!,” tandas Menkes Nila Moeloek.
Semua orang dengan HIV positif perlu diberi terapi obat antiretroviral (ARV) agar kekebalan atau CD4-nya tetap terjaga. ARV perlu diminum secara teratur, tepat waktu dan seumur hidup, untu meningkatkan kualitas hidup ODHA serta dapat mencegah penularan. Pelayanan ARV sudah dapat diakses di RS dan Puskesmas di 34 provinsi, 227kab/kota. Total saat ini terdapat 896 layanan ARV, terdiri dari layanan yang dapat menginisiasi terapi ARV dan layanan satelit. Dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan terdekat sangat dibutuhkan agar ODHA tetap semangat dan jangan sampai putus obat.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna H. Laoly, mengucapkan terima kasih kepada jajaran Kementerian Kesehatan atas bantuan obat-obatan dan pembimbingan dalam penanganan tahanan dan WBP yang terinfeksi HIV.
“Ini sangat penting, agar jangan sampai status mereka meningkat ke AIDS,” kata Yasonna.
Upaya penanganan HIV di rumah tahanan (Rutan) dan lembaga pemasyarakatan (Lapas) telah dilaksanakan sejak tahun 2003 silam. Perluasan cakupan program dimulai tahun 2005 dengan dimulainya strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan Narkotika di Lapas.
Yosanna mengungkapkan bahwa 78% kapasitas Rutan dan Lapas dipenuhi oleh tahanan dan WBP yang berlatar belakang penyalahgunaan Narkoba. Menurutnya, fenomena ini perlu mendapat perhatian mengingat satu jenis bentuk kriminalitas mendominasi, mengalahkan jumlah tindakan kriminas dalam bentuk lain. Karena itu, membutuhkan peran seluruh pihak secara nasional untuk bersama-sama memerangi Narkoba.
Yosanna menerangkan, bahwa menurut hukum pasar, permintaan Narkoba yang besar mempengaruhi supply, bila terbatas, harga akan naik. Karena itu, kita harus tekan permintaan, dengan cara membentengi anak-anak kita untuk tidak mendekati Narkoba melalui program pencegahan dan pendidikan.
“Karena pemakaian Narkotika berkorelasi dengan penyebaran dan penularan HIV/AIDS, maka mau tidak mau untuk masa depan generasi kita ke depan, perang terhadap Narkoba harus kita lakukan bersama-sama. Karena kalau tidak, bisa berdampak buruk bagi generasi kita mendatang,” tandas Yasonna Laoly.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM