Jakarta, 25 September 2017
Implementasi UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit diharapkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dapat terus meningkat mutunya. Hal ini dapat dicapai dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.
Menkes Nila F. Moeloek pada rapat terbatas dengan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Ardiansyah Parman, dan Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris di kantor BPKN RI, Jakarta, Senin (25/10), mengatakan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah atau swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
“Rumah sakit harus melayani pasien sebaik-baiknya. Di undang-undang nomor 36 pasal 32 dijelaskan bahwa dalam keadaan darurat, rs pemerintah atau swasata dilarang meminta uang muka,” kata Menkes.
UU No.36 tahun 2009 pasal 32 menetapkan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan meminta uang muka. Sementara dalam UU No.44 tahun 2009 pasal 29 mengamanatkan kepada setiap rumah sakit wajib melaksanakan fungsi sosial.
Fungsi sosial tersebut antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
Permenkes No. 69 tahun 2014 tentang Kewajiban RS dan kewajiban pasien sebagai turunan UU menegaskan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban, salah satunya melaksanakan fungsi sosial (pasal 2). Adapun di pasal 5 disebutkan kewajiban RS dalam melaksanakan fungsi sosial antara lain dilaksanakan dengan Kegiatan bakti sosial atau penyelenggaraan pelayanan kesehatan di luar RS bagi masyarakat tidak mampu; Pelayanan gawat darurat tanpa meminta uang muka; Penyediaan ambulans gratis; Pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa; Serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka fungsi sosial RS.
“Saya menekankan agar rumah sakit senantiasa berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi pasien tanpa melihat kondisi ekonomi maupun jenis jaminan yang dimiliki. Hal ini perlu disosialisasikan dan dipahami seluruh jajaran rumah sakit mulai dari staf sampai pimpinan rumah sakit,” ungkap Menkes Nila.
Upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat salah satunya dengan menyediakan fasilitas kesehatan mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) hingga Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Rumah sakit sebagai salah satu FKRTL merupakan sebuah institusi yang sangat kompleks, padat modal dan padat profesi, berbagai jenis ketenagaaan, sarana-prasarana serta peralatan dengan teknologi kedokteran yang canggih disediakan di rumah sakit dalam upaya menciptakan pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan yang paripurna.
Berdasarkan data RS Online pada September 2017, pelayanan kesehatan rujukan telah diberikan di 2.739 RS yang terdiri dari 2.152 RS umum dan 587 RS Khusus. Pelayanan kesehatan di rumah sakit senantiasa didorong untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien (Patient Centeredness) dengan pilar utama keselamatan pasien (Patient Safety).
Hal ini berarti rumah sakit harus lebih peka dan fokus dalam menjawab kebutuhan masyarakat, kompetitif, mengikuti perkembangan Iptek Kedokteran namun harus tetap efektif dan efisien. Peningkatan mutu pelayanan mutlak dilakukan agar rumah sakit mampu berkompetisi baik ditingkat regional, nasional bahkan internasional dan dapat mengurangi arus pasien yang berobat keluar negeri dalam rangka mencegah keluarnya devisa negara.
Untuk mencegah dan menangani kasus di RS, tiap RS harus memiliki unit yang menangani masalah Hukum (difungsikan); memiliki Tim Reaksi Cepat Penanganan Kasus; Memiliki Manajemen Keluhan Pelanggan (Customer Complant Handling); Koordinasi dengan Dinkes dengan penegak Hukum di wilayah tersebut; Open Mind Management (dengan LSM, Sosial-CSR); serta terus menerus menyosialisasikan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Kebijakan JKN.
Selain unit tersebut, alur pelayanan, info terkait kamar kosong dan semacamnya harus transparan, sehingga semua orang paham.
Fungsi pengawasan yang telah dilakukan oleh Pemda dan pemerintah dapat berupa teknis medis dan teknis perumahsakitan. Saat ini sudah terdapat 12 provinsi yang telah membentuk Badan Pengawas RS (BPRS). Adapun provinsi yang telah membentuk BPRS adalah Sumatera Utara; Lampung; Jawa Barat; D.I. Yogyakarta; Bali; Nusa Tenggara Timur; Gorontalo; Maluku; Bangka Belitung; Banten; Sulawesi Tengah dan Sumatera Selatan
“Direktorat Yankes Rujukan sedang melakukan percepatan pembentukan BPRS Provinsi yang lain, dengan melakukan advokasi kepada pemerintah provinsi, agar segera terbentuk BPRS provinsi untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan kepada RS,” terang Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email HYPERLINK
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP. 196110201988031013