Yogyakarta, 21 November 2017
Antibiotik merupakan obat keras yang memerlukan resep dokter dalam penggunaannya. Melalui Temu Blogger yang digelar Kemenkes RI, diharapkan masyarakat paham dalam menggunakan antibiotik.
“Antibiotik adalah obat untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi. Bukan mematikan virus atau jamur,” kata Sekretaris Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, Mariyatul Qibtiyah dalam paparannya, Selasa (21/11) di Yogyakarta.
Kondisinya, banyak masyarakat yang meminum antibiotik ketika sakit ringan seperti batuk pilek dan diare. Qibtiyah mengatakan batuk pilek bukan disebabkan oleh bakteri tapi oleh virus.
“Batuk pilek merupakan cara tubuh untuk melindungi paru-paru dari penumpukan lendir,” ujar Qibtiyah.
Muntah dan diare pun, lanjutnya, merupakan cara tubuh untuk membuang zat-zat beracun dari perut. Antibiotik harus digunakan sesuai resep dokter, jika tidak, akan terjadi resistensi bakteri yang menyebabkan masalah kesehatan lebih parah.
Menurut WHO, resistensi bakteri terjadi ketika bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik yang pada awalnya efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tersebut.
Selain itu, berdasarkan data WHO 2013, angka kematian akibat resistensi bakteri sebanyak 700 ribu orang pertahun. Jika dibiarkan, pada 2050 angka kematian tersebut bisa meningkat menjadi 10 juta pertahun.
Qibtiyah menjelaskan, dalam tubuh manusia terdapat bakteri baik dan bakteri jahat. Resistensi terjadi ketika seseorang menggunakan antibiotik dengan tidak rasional sehingga memperbanyak jumlah bakteri jahat dan menekan jumlah bakteri baik.
Efeknya akan terjadi masalah kesehatan di antaranya gangguan ginjal, gangguan hati, gangguan kehamilan dan janin. Karena itu, kata Qibtiyah, masyarakat harus bijak menggunakan antibiotik.
Beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni antibiotik hanya untuk infeksi bakteri, tidak membeli antibiotik tanpa resep dokter, tidak menyimpan antibiotik di rumah, dan tidak memberikan antibiotik sisa kepada orang lain.
“Resistensi tidak hanya masalah Indonesia, tapi dunia. Karena itu kita perlu mengendalikannya,” kata Qibtyah.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Oscar Primadi