Bogor, 22 November 2017
Kemenkes, BPJS Kesehatan dan Pemprov DKI termasuk badan publik lebih maju dalam pengelolaan pengaduan publik. Badan publik ini sebaiknya memberi pendampingan kepada Kementerian/Lembaga lain agar mereka mendapat pengalaman langsung bagaimana menyelesaikan pengaduan masyarakat.
Demikian hasil fokus grup diskusi (FGD) dalam menanggapi hasil review pengelolaan pengaduan publik yang diselenggarakan Ombudsman RI, 22 November 2017, di Bogor.
Menurut Dadan Suparjo Suharmawijaya, SIP, MSI anggota Ombudsman RI mengakui, bahwa pengelolaan pengaduan pelayanan publik, masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar badan publik. Sehingga masih banyak badan publik belum menyelesaikan pengaduan masyarakat secara tuntas, akibatnya kualitas penyelenggaraan pelayanan publik tak kunjung membaik.
Menurutnya, keterhubungan ini ada banyak alasan yang mengemuka, di antaranya karena keterbatasan SDM dan keterbatasan sarana dan prasarana. Selain itu, belum ada persetujuan resmi pimpinan dan merasa sudah mempunyai aplikasi sendiri.
“Sayang, setelah terhubung masih ada yang tidak aktif menggunakan LAPOR..!-SP4N,” ujar Dadan.
Ada beberapa alasan belum aktif menggunakan SPAN antara lain, belum ada SOP internal pengelolaan pengaduan, belum ada dasar hukumnya, keterbatasan SDM, belum memiliki keterampilan memanfaatkan aplikasi, minimnya pengaduan yang masuk dan belum ada serah terima akun dari petugas lama.
“Memang masih banyak Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah belum terhubung dengan SP4N ini. Bahkan yang terhubung belum aktif menggunakan karena berbagai alasan,” ujar Dadan.
Selain itu, menurut pengamatan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), ada beberapa temuan bila badan publik menyediakan fasilitas pengaduan akan mengancam pejabat terkait. Maka, kehadiran pengelolaan pengaduan akan mendapat penolakan. Untuk itu perlu ada sosialisasi pengelolaan pengaduan secara masif kepada Badan Publik Pusat dan Daerah.
“Bahkan ada beberapa daerah yang belum perlu menyediakan pengelolaan pengaduan, apalagi harus menggunakan teknologi, karena daerah tersebut belum cukup bersahabat dengan teknologi,” ujar teguh dari Pattiro.
Menurut Dadan, pengaduan pelayanan publik merupakan bagian dari pelayanan publik. Untuk itu pengaduan pelayanan publik menjadi bagian penting dan harus ada pada pelayanan publik.
Lebih lanjut Dadan mengatakan berdasarkan riviewnya, ada dua kemungkinan. Semakin banyak pengaduan, maka kualitas pelayanan publik semakin baik. Sedangkan makin sedikit pengaduan, karena pelayanan publik belum masyarakat rasakan.
“Bagaimana masyarakat akan mengadu, kalau pelayanan publik belum mereka rasakan,” kata Dadan.
Pertemuan fokus grup diskusi (FGD) ini dihadiri oleh Kemenkes, Ombudsman, Kemenpan RB, Kemendagri, Kemenkominfo, Bappenas, KSP, BPJS Kesehatan, Pemprov DKI dan LSM yang bergerak dalam pengaduan publik seperti Pattiro dan Yappika.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Oscar Primadi