Jakarta, 25 Maret 2018
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) mengaku tidak menyangka mendapat predikat sebagai aparatur sipil negara (ASN) nomor dua yang paling banyak melaporkan gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya baru tahu. Dinobatkan sebagai apa? Saya nomor dua setelah siapa?” tuturnya kepada wartawan yang menanyai pendapatnya, usai membuka acara peringatan Hari TBC Sedunia di Monas, Sabtu (24/3) lalu.
Beberapa waktu lalu, KPK menobatkan Menkes Nila Moeloek sebagai pejabat negara yang aktif melaporkan pemberian (gratifikasi) yang diterima di tahun 2015-2018, dengan jumlah sebanyak 47 laporan dengan nilai Rp 55,4 juta rupiah. Tidak semua laporan gratifikasi tersebut disita oleh negara, hanya 12 yang dinyatakan menjadi milik negara.
“Oleh KPK dikembalikan lagi kepada saya. Jadi saya pun enak memakainya, tenang,” ujarnya.
Dari segi jumlah, laporan gratifikasi Menkes Nila Moeloek tidak mampu mengungguli jumlah laporan gratifikasi yang disampaikan oleh Abdurrahman Muhamad Bakri, seorang penghulu ASN di Kabupaten Klaten, yang menduduki posisi pertama “prestasi” tersebut. Penghulu Bakri melapor sebanyak 59 kali dan 57 di antaranya merupakan gratifikasi milik negara, dengan total nilai gratifikasi sebesar Rp 4,3 juta rupiah.
Sementara itu, dari segi nilai, baik Menkes Nila Moeloek maupun Penghulu Bakri masih jauh dari lima nilai gratifikasi tertinggi yang dilaporkan KPK, yaitu Presiden Joko Widodo (Rp 58,8 miliar), Wakil Presiden Jusuf Kalla (Rp 40,2 miliar), dan seterusnya.
Laporan Sebagai Bentuk Kehati-hatian
Menkes Nila Moeloek membenarkan bahwa perlu selalu berhati-hati dalam menerima pemberian. Baginya, menyampaikan laporan merupakan salah satu bentuk langkah kehati-hatian yang bisa dilakukan dalam menghindari gratifikasi.
Diakui olehnya, selepas dilantik sebagai menteri, dirinya sering menerima pemberian, baik berupa cinderamata maupun hadiah lainnya. Ketika baru dilantik sebagai Menkes, banyak sekali bunga dan ucapan selamat yang dialamatkan kepadanya. Karena merasa khawatir, maka dilaporkanlah pemberian-pemberian tersebut ke KPK.
“Tapi kata mereka (baca: KPK) itu cuma ucapan selamat, jadi nggak masalah,” tuturnya.
Menolak Diberi
Menkes Nila Moeloek menyatakan bahwa menolak pemberian itu bukan sesuatu yang mudah, meski sudah seringkali menyatakan untuk tidak memberikan sesuatu apapun kepada dirinya.
“Saya imbau untuk tidak memberikan sesuatu kepada saya. Percuma, nanti saya laporkan soalnya,” kata Menkes.
Namun dirinya pun membenarkan bahwa pernah menerima pemberian yang ia suka. Dalam kondisi seperti itu, Menkes Nila Moeloek lebih memilih untuk membayari barang tersebut agar lebih tenang dan nyaman saat ia ingin menggunakannya.
“Semisal ada yang memberikan, saya suka, saya ganti dengan uang. Saya bayar saja, lebih baik begitu. Biar dia (baca: pemberi barang) enak, saya juga enak,” tandasnya.
Sementara itu Inspektur Jenderal Kemenkes Oscar Primadi mengapresiasi kebiasaan Menkes ini. Oscar mengimbau agar perilaku ini menjadi contoh bagi semua pejabat di Kementerian Kesehatan.
“Sudah tepat apa yang dilakukan Ibu Menkes. Kita perlu melakukan hal yang baik ini. Pejabat pratama dan madya diimbau juga untuk melaporkan bila ada pemberian”, kata Oscar.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Murti Utami, MPH