Jakarta, 20 Agustus 2018
Air susu ibu (ASI) itu luar biasa pentingnya. Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, meyakini bahwa semua orang tua menginginkan anaknya sehat, cerdas dan bermasa depan cerah. Mereka senantiasa berdoa dan berupaya agar anak-anaknya senantiasa sehat dan cerdas, bahkan kalau bisa lebih pandai dibandingkan orang tuanya.
“ASI adalah dasar kehidupan. Anak yang cerdas dimulai dari 1000 hari pertama kehidupan (HPK), tentu salah satu diantaranya diberi ASI”, tutur Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, saat memberikan sambutan pada Puncak Peringatan Pekan ASI Sedunia tahun 2018 di Kementerian Kesehatan, Senin pagi (20/8).
Stunting, ASI dan Investasi Generasi
Saat ini, tantangan gizi di Indonesia memiliki beban ganda, yakni munculnya masalah Balita obesitas, di samping masih mengemukanya masalah Balita kurus dan stunting.
“Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan angka stunting di Indonesia sebesar 37,2%. Stunting (itu) selain badan mereka kerdil (pendek), otaknya juga kerdil, artinya IQ nya kurang baik. Bayangkan, generasi yang IQ-nya rendah ini akan berdampak pada pembangunan”, jelas Menkes.
Dalam sambutannya, Menkes mengungkapkan data sebuah studi yang menunjukkan bahwa tidak menyusui berhubungan dengan kerugian ekonomi sekira 302 miliar dollar setiap tahunnya atau lebih kurang 0,49% dari Pendapatan Nasional Bruto. Hal ini dikarenakan bahwa rendahnya cakupan ASI Eksklusif berdampak pada meningkatnya risiko kematian ibu dan balita serta pembiayaan kesehatan akibat tingginya kejadian diare dan infeksi lainnya (The Lancet Breastfeeding Series, 2016).
Pada kesempatan tersebut, Menkes Nila Farid Moeloek menyatakan bahwa menyusui adalah investasi. Mengutip kalimat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, pernah menyatakan bahwa 2-3% anak dengan stunting akan mempengaruhi ratusan triliun pendapatan negara. Namun, satu orang anak Indonesia yang cerdas mampu mengangkat nilai enonomi negara hingga 48 kali lipat.
Cakupan ASI Eksklusif di Indonesia
Saat ini, cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berdasakan data hasil pemantauan status gizi (PSG) 2017 adalah 35,7%, meningkat sebesar 6,2% dibandingkan cakupan tahun lalu sebesar 29,5%. Selain itu, keberhasilan ASI eksklusif tentu tidak terlepas dari praktik inisiasi menyusu dini (IMD). Berdasarkan hasil PSG 2017, cakupan IMD di Indonesia adalah sebesar 59,7%, meningkat sebesar 7,9% dari tahun 2016 yaitu 51,8%.
“Bayangkan, masih hanya sepertiga ibu yang mau memberikan ASI bagi bayinya. Pertanyaannya, Tuhan menciptakan ASI di payudara Ibu tentu ada maksudnya, namun mengapa kita membuang (kesempatan emas) yang diberikan-Nya begitu saja?”, tandas Menkes.
Kemenkes terus berkomitmen memberikan pembinaan dan dorongan kepada para ibu agar berhasil dalam inisiasi menyusu dini (IMD), memberikan ASI eksklusif (hanya ASI saja sampai usia 6 bulan), dan meneruskan pemberian ASI sampai berumur 2 tahun didampingi makanan pendamping yang tepat. Selain itu, Kemenkes juga menyuarakan agar anak senantiasa mendapat pola pengasuhan yang tepat untuk tumbuh kembang yang optimal.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM