Jenewa, 23 Mei 2019
Anggota Komisi IX DPR-RI Ermalena yang hadir pada sidang WHA ke-72 di Jenewa menyatakan bahwa pertemuan yang membahas tentang UHC ini, menarik. Ia menyebutkan ada 3 indikator yang digunakan untuk mengukur UHC, yaitu pertama cakupan kepesertaan yang diharapkan bisa mengkover seluruh masyarakat, kedua tentang fasilitas kesehatan. Beberapa negara menghitung rasio ketersediaan fasilitas kesehatan yang bisa melayani masyarakat. Ketiga adalah kesiapan negara untuk menyiapkan anggaran.
“Ketiga hal ini yang perlu kita lihat ke dalam, apakah Indonesia sudah siap. Kita lihat ada perbedaan di Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur dari demografi dan jumlah penduduknya,” kata Ermalena.
Ia menilai Indonesia sudah bergerak cepat dalam jaminan kesehatan bagi warganya. Sejak 2014 kita sudah baik, sementara negara lain ada yang sudah puluhan tahun mengurus jaminan kesehatannya masih membenahi sistemnya.
Meski demikian ia mengakui bahwa fasilitas kesehatan Indonesia belum cukup. Oleh karenanya sistem rujukan berjenjang menjadi alternatif, meskipun banyak pihak yang tidak senang karena harus mulai dari pelayanan primer, RS tipe D, dan seterusnya.
“Tapi ini adalah sebuah cara untuk mendistribusikan mereka yang sakit. Sekarang sudah ada Puskesmas rawat inap. Masyarakat tidak bisa langsung ke RS yang tipenya lebih tinggi. Indikasi medis bukan ditentukan oleh pasien, tetapi oleh tenaga kesehatan,” kata Ermalena.
Mengingat pentingnya jaminan kesehatan ini, DPR menurut Ermalena, ingin tetap mempertahannya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. “Yang kurang akan kita perbaiki, yang bagus harus dipertahankan, karena yang menerima manfaat adalah kita semua,” lanjutnya.
Soal pelayanan kesehatan Lansia (senior citizen) menjadi perhatian bagi Ermalina, karena umur harapan hidup penduduk Indonesia saat ini cukup tinggi. Ia menyontohkan apa yang sudah dilakukan Jepang dimana para Lansia yang masih aktif dan produktif, tidak menjadi beban bagi negara maupun keluarga dan dapat menghidupi diri sendiri.
“Masalahnya adalah adanya orang tua yang hidup lama dan tidak produktif lagi dan harus dipenuhi pelayanan kesehatannya, akan jadi PR besar. Indonesia akan sampai ke situ,” kata Ermalena.
Secara keseluruhan Ermalena mengatakan bahwa dengan pertemuan ini kita dapat belajar dari negara-negara yang sudah baik, termasuk dari negara yang memiliki banyak tantangan.
“Kita bisa melihat komitmen negara terhadap rakyatnya. Selain itu, pendidikan dan pengetahuan masyarakat sangat menentukan pelayanan kesehatan. Ketika seseorang memahami bahwa kesehatan itu sangat mahal dan sangat penting, maka ia akan mempertahankan kesehatannya, pemerintah sesungguhnya sudah punya Germas,” tegasnya.
Ermalena memuji Menteri Kesehatan dan tim di WHA ke 72 yang telah menyertakan Dewan dalam kegiatan ini. “Kehadiran kita diperlukan dalam acara ini. Sehingga dewan dapat mendengar bahwa negara lain punya masalah tetapi negara lain ada pula yang sukses. Kita bisa saling belajar,” jelas Ermalena.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(gi)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM