Jakarta, 3 Agustus 2019
Penyelesaian masalah TBC perlu dikeroyok oleh berbagai sektor, termasuk sektor swasta. Saat ini sektor swasta tengah mengupayakan model baru dalam mengatasi masalah TBC di Indonesia.
Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia (STPI) Arifin Panigoro mengatakan TBC juga berdampak pada sektor swasta. Pada skala makro, suatu korporasi dapat mengalami penurunan produktivitas akibat kematian prematur dan kesakitan yang dialami oleh pekerja karena TBC.
Selain itu, Bonus Demografi yang diprediksikan menjadi generasi emas Indonesia akan berbalik menjadi bencana jika kita tidak bermitra untuk mengakhiri TBC.
“Dari sektor swasta, harus jelas bahwa kita (swasta) ini ingin bekerja sebagai pendukung pemerintah. Dari Stop TB Partnership Indonesia melihat bahwa tugas pemerintah sampai pada tahap tertentu,” kata Arifin dalam acara Gala Dinner “A Night in Unity” yang digelar oleh Stop TB Partnership bekerjasama dengan Kemenkes RI, Sabtu (3/8) di Jakarta.
Menurutnya, TBC ini perlu dikeroyok dan peran swasta akan banyak dalam membantu pemerintah. Di sisi lain STPI harus mencari sesuatu yang baru.
“Kita (STPI) menggandeng organisasi-organisasi yang sudah lama berjalan untuk mengatasi masalah TBC, tapi kita mencari model baru. Mudah-mudahan akhir tahun kita (STPI) sudah punya model perbaikan TBC,” katanya.
Menteri kesehatan menambahkan TBC merupakan masalah nasional dan tentu Kemenkes tidak mungkin bergerak sendiri. Tahun lalu di sidang PBB, TBC menjadi salah satu pembahasan.
“Kalau sudah menjadi pembahasan di sidang PBB artinya masalah itu harus segera diselesaikan. Kita perlu kerjasama dengan berbagai sektor untuk mengatasi masalah TBC ini,” kata Menkes Nila.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM