Saya memiliki satu catatan tentang orang ini dan tentang masalah
kesehatan masyarakat kita yg relevan.
Di saat Budi Sampoerna masih menjadi orang nomor satu di perusahaan
rokok raksasa Sampoerna, menanggapi desakan aktifis dan pembela
pengendalian tembakau agar Pemerintah mengendalikan tembakau untuk
melindungi kesehatan masyarakat, melalui harian Kompas Budi Sampoerna
pernah berujar.
“Saya merokok, tapi mana saya sakit? Saya sehat sehat saja”.
Memang penyakit penyakit kronik akibat merokok tidak akan muncul satu
detik atau satu menit setelah seseorang, bahkan mungkin juga tidak
satiu bulan atau satu tahun setelah orang mulai merokok. Penyakit
penyakit jantung atau kanker paru-paru, umumnya baru muncul 30 tahun
setelah seseorang merokok.
Kini Budi Sampoerna sudah mati akibat kanker rongga mulut, sesuatu
yang saat dia masih sehat dikatakan sebagai tak kan
mungkin mengenainya. Menurut hemat saya, dia kini bukan hanya mati
karena kanker mulut, lebih dari itu, dia mati karena kesombongannya.
Seharusnya kementerian kesehatan mem-blow up berita kematian Budi
Sampurna akibat kanker mulut untuk mendidik masyarakat tentang bahaya
merokok.
Saya masih ingat, ketika ibu Menkes – dr Endang Sedyaningsih terkena
CA paru- Fahmi Idris – salah seorang mantan menteri yang memiliki
konflik kepentingan dengan industri tembakau pernah menghina aktifis,
pembela dan gerakan pengendalian tembakau dengan meminta para petani
tembakau di pulau Jawa untuk mengumpulkan uang koin 500 rupiahan guna
menyumbang biaya pengobatan ibu Menkes sambil mengeluarkan kata kata
kurang lebih demikian: “Lihat tuh, orang yang tidak merokok yang sakit
kanker paru-paru, bukan orang yang merokok!” Dan opini publik yang
menyesatkan itu di-blow up pers.
Kini, suatu kasus yang merepresentasikan fakta yang sesungguhnya,
bahwa pemakai tembakaulah yang lebih besar memiliki kemungkinan
menderita kanker, yang mengenai mantan konglomerat tembakau, sudah
ada. Jika Kementerian Kesehatan tidak memblow up kasus ini, maka itu
artinya kementerian kesehatan memang membiarkan masyarakat kita
menderita asimetri informasi tentang tembakau atau kesehatan, namun
bila berita ini diblow up secara efektif, maka itu artinya Kementerian
kesehatan -seperti yang seharusnya- menginginkan masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat yang ‘well informed’ tentang risiko kesehatan
akibat pemakaian tembakau.
Terima kasih
drg. R. Wasis Sumartono SpKG
Peneliti Kesehatan di Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Balitbangkes
Jl. Percetakan negara No. 23 A
Jakarta 10560
Berita dapat di lihat di http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=35f19db1b13ec6683bd1c3fb78b5a924201196012
SETUJU!!!! Ada anggota parlemen yang bilang “mana sih korban kanker mulut seperti yang ada di contoh2 peringatan bergambar itu? di Indonesia nggak ada”. Ternyata Tuhan yang menjawab pertanyaan anggota parlemen itu…
Sehat dan Sakit semua adalah ketetapan Allah, bagi saudaraku yang masih merokok, sudah saatnya buat keputusan BERHENTI selama-lamanya. Percayalah dampak negatifnya jauh lebih banyak dari manfaatnya. Yang tidak merokok saja beresiko sakit, apalagi yang merokok ??? Tidak ada kata terlambat !!!
Mati itu pasti datang, merokok ataupun tidak. Tapi klu Anda tidak merokok, Tuhan tahu bahwa Anda orang yang amanah dengan tubuh Anda, tidak merusaknya dengan rokok. Siapapun tahu, rokok itu merusak, tapi mati itu urusan Tuhan. Berhentilah merokok. Jadilah manusia yang amanah.
Serem banget ya rokok, untuk yang bukan perokok saja kalau mencium bau rokok sudah pusing, trs yang perokok malah merasa biasa aja. Padahal tinggal tunggu kematian yang tidak dirasa.