Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek
Pembangunan kesehatan memainkan peran sentral dalam upaya mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik sebagai tujuan mendasar dalam kehidupan bernegara. Terwujudnya tingkat kesehatan masyarakat yang lebih baik secara jasmani dan rohani merupakan prakondisi untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan lainnya. Tanpa adanya tingkat kesehatan masyarakat yang memadai, upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan tentu akan menjadi sangat sulit.
Agar mencapai sasarannya, upaya pembangunan kesehatan perlu dilandaskan pada paradigma kesehatan yang berfungsi sebagai pedoman untuk memastikan agar berbagai program pembangunan kesehatan menjadi lebih terarah dan berdaya guna.
Lima pilar dalam paradigma pembangunan kesehatan
Dalam konteks pembangunan kesehatan nasional, kita dapat melihat bahwa pada dasarnya terdapat lima pilar utama dalam paradigma kesehatan untuk menunjang pecapaian tujuan pembangunan kesehatan. Kelima pilar tersebut mencakup:
1. Ketersediaan air bersih dan sanitasi untuk masyarakat
2. Gizi
3. Perumahan/pemukiman sehat dan bersih
4. Perilaku hidup sehat
5. Dukungan medis (medical backup)
Kelima lima pilar ini memiliki peran sentral dalam mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan kita, dan memiliki karakteristik yang saling menunjang satu sama lain. Sifat interkoneksi antara pilar-pilar ini sangat kuat, sehingga kita tidak mungkin melihat mereka sebagai elemen-elemen yang berdiri sendiri-sendiri.
Kekuatan dari salah satu pilar sangat ditentukan oleh kekuatan dari pilar lain. Dalam alur pemikiran ini, kita tidak dapat membayangkan terpenuhinya tingkat gizi yang ditargetkan tanpa adanya dukungan dari ketersediaan air bersih dan sanitasi. Demikian pula perilaku hidup sehat tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa ditopang oleh ketersediaan perumahan atau pemukiman yang sehat dan bersih.
Di antara berbagai unsur penopang di atas mungkin bisa menjadi daya ungkit paling mendasar dan terbesar bagi pembangunan kesehatan – yang pada gilirannya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tujuan pembangunan nasional — adalah ketersediaan dan akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Ketersediaan air bersih dan sanitasi dalam kerangka pembangunan manusia
Upaya pemenuhan ketersediaan dan akses terhadap air bersih dan sanitasi selalu menjadi fokus utama dalam kerangka pembangunan pada setiap tingkat pemerintahan. Di tingkat global, upaya pemenuhan akses terhadap air bersih dan sanitasi selalu menjadi salah satu target utama tujuan pembangunan manusia.
Upaya pemenuhan ini direfleksikan secara jelas sebagai salah satu target dalam Tujuan Pembanguan Milenium (Millenium Development Goals, MDGs) pada tahun 2000 hingga tenggat waktu kerangka pembangunan tersebut pada tahun 2015.
Betapa sentralnya upaya pemenuhan akses air bersih dan sanitasi dalam pembangunan manusia terlihat dari bagaimana upaya ini juga menjadi salah satu target utama dalam Tujuan Pembanguan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs). Tujuan 6 dari SDGs mengamanatkan terpenuhinya akses terhadap air dan sanitasi secara universal untuk semua lapisan masyarakat yang harus diwujudkan pada tahun 2030 sebagai tenggat waktu kerangka pembangunan global tersebut.
Pada tataran nasional, upaya pencapaian akses air bersih dan sanitasi telah menjadi perioritas utama pembangunan nasional kita sebagaimana dijabarkan dalam Rencana Pembanguan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019). Meskipun akan memerlukan upaya ekstra keras dan terobosan-terobosan yang inovatif, rencana pembangunan nasional kita telah mengamanatkan pemenuhan akses unversal untuk air bersih pada sanitasi untuk seluruh masyarakat pada tahun 2019.
Upaya menuju terwujudnya akses universal untuk air minum dan sanitasi pada tahun 2019 tentunya dilandaskan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai selama ini. Selama periode MDGs, pembangunan yang diarahkan untuk mencapai target dalam akses terhadap air bersih dan sanitasi menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun yaitu :
• Meningkatkan akses dari 31% penduduk desa di tahun 2008 menjadi 47% penduduk di tahun 2015.
• Menurunkan jumlah penduduk perdesaan yang buang air besar sembarangan (BABS) tiga kali lipat dari rata-rata 0,6% per tahun (2000-2008) menjadi 1,6% per tahun (2008-2015).
• Diterapkannya STBM di 28.540 desa di seluruh Indonesia
• 5.570 desa telah dinyatakan stop buang air besar sembarangan
• Meningkatkan akses 26 juta penduduk Indonesia terhadap sanitasi yang layak selama rentang tahun 2008-2015 (data WHO/Unicef joint monitoring program – JMP)
(data www.stbm-indonesia.org)
Praktik-praktik cerdas dalam mewujudkan program sanitasi yang berhasil
Dalam periode SDGs ini, berbagai praktik cerdas dan terobosan-terobosan inovatif dalam upaya menuju akses univesal untuk air bersih dan sanitasi terus dikembangkan. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan praktik cerdas penting pemerintah yang telah menjadi daya dorong dalam MDGs, patut dikembangkan dan direplikasikan dalam era SDGs untuk menghasilkan dampak positif yang lebih luas bagi masyarakat.
Keterlibatan multi-sektor antara kementerian-kementerian dan lembaga-lembaga terkait dari sektor pemerintah perlu dikembangkan. Demikian pula, kemitraan strategis antara sektor pemerintah, sektor non-pemerintah, seperti masyarakat madani dan sektor swasta, perlu digalang secara berkesinambungan.
Salah satu upaya yang di tingkat sub-nasional yang patut dicatat dalam pembangunan kesehatan yang berorientasi pada perbaikan sanitasi masyarakat adalah pembentukan Aliansi Kabupatan/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI). Aliansi yang kini beranggotakan 444 bupati/ walikota ini telah mengeluarkan keputusan pada saat menghadiri City Sanitation Summit di Banda Aceh pada 2012, bahwa 2% anggaran daerah wajib dialokasikan untuk pembangunan sanitasi masyarakat.
Saat ini Kementerian Kesehatan melakukan kerjasama dengan AKKOPSI bersama badan-badan pembangunan internasional, serta sektor swasta dan masyarakat madani, untuk mendorong upaya percepatan tujuan pembangunan nasional melalui peningkatan sanitasi di tingkat masyarakat.
Dalam rangka mendorong dan mempercepat terwujudnya komunitas & desa SBS (Stop Buang Air Besar Sembarangan) – bebas buang air besar sembarangan, Kementerian Kesehatan didukung oleh lembaga Water and Sanitation Program (WSP) World Bank telah meluncurkan aplikasi SMART STBM untuk mengoptimalisasi interaksi dalam pemantauan dan pengelolaan program bagi pelaku STBM. Aplikasi yang terhubung langsung dengan database STBM Nasional (stbm-indonesia.org) diharapkan mampu mendorong fungsi kontrol dan monitoring agar pelaporan program STBM dapat lebih optimal.
Aplikasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) SMART yang diluncurkan di Semarang, Jawa Tengah pada 30 Mei 2016 bersamaan dengan kegiatan Advokasi Horizontal Learning (AHL) STBM yang diselenggarakan oleh AKKOPSI , dihadiri oleh Menteri Kesehatan RI, Gubernur Jawa Tengah, Wakil Gubernur Sumatra Barat, Assisten 2 Bidang Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Ketua I AKKOPSI dan perwakilan World Bank Water Global Practice sebagai narasumber, serta bupati/walikota atau yang mewakili dari berbagai wilayah di Indonesia.
Aplikasi STBM SMART ini diharapkan dapat membantu dalam proses pemantauan dan evaluasi yang menggunakan sistem informasi dan monitoring berbasis website dan SMS gateway bagi pelaku ditingkat Puskesmas dengan menggunakan SMS untuk melakukan update data di masyarakat, serta bagi Gubernur dan Bupati/ Walikota dapat memantau akses sanitasi dan desa SBS diwilayahnya secara realtime.
Akses sanitasi yang layak setiap kota atau kabupaten di wilayah Indonesia, saat ini rata-rata berkisar 50%-80%. Ada pula daerah yang mampu menunjukkan data 100% akses sanitasi di tiap rumah tangga, seperti di 5 Kabupaten/Kota yang telah Stop BAB Sembarangan yaitu Kabupaten Ngawi, Pacitan, Magetan, dan Kota Madiun di Jawa Timur dan Kabupaten Grobogan di Jawa Tengah, kemudian disusul Kota Yogyakarta 98,48%, Kota Jambi yang mencapai 93%, dan Sawahlunto 85%.
Kepedulian dan komitmen para kepala daerah dalam pembangunan sanitasi masyarakat perlu diapresiasi tinggi. Ini terutama karena sebagai pembuat kebijakan di tingkat masyarakat peran kepala daerah ini akan memberikan daya dorong yang sangat berarti bagi tercapainya pembangunan sanitasi di tingkat masyarakat.
Arah dan kebijakan yang ditetapkan oleh para pemangku kepentingan pembanguan di tingkat nasional tidak akan efektif tanpa keterlibatan aktif dan kemauan politik yang kuat dari para bupati dan walikota sebagai ujung tombak dari pelaksana kebijakan pembangunan di tingkat daerah.
Pada akhirnya, kerjasama multisektor secara berkesinambungan yang melibatkan seluruh komponen pemerintah dan masyarakat merupakan kunci menuju realisasi tujuan pembangunan nasional berbasis program sanitasi yang berhasil dan berdaya guna.
******
Ditulis oleh Nila F. Moeloek
Menteri Kesehtan Kabinet Kerja