Oleh: Hartono, S.Gz, M.Gizi
Staf Dinas Kesehatan Kotabaru, Kalimantan Selatan
Mediakom Edisi 76 Hal 46-49, November 2016
Arah pembangunan gizi sesuai Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 141, dimana upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat yang dapat ditempuh melalui perbaikan pola konsumsi makanan, sesuai dengan 13 Pesan Umun Gizi Seimbang (PUGS) dan perbaikan perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).
Masalah gizi utama di Indonesia terdiri dari masalah gizi pokok yaitu Kekurangan Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan Anemia Gizi Besi (AGB), selain gizi lebih (obesitas). Indonesia sekarang mengalami 2 masalah gizi sekaligus atau lebih dikenal dengan masalah gizi ganda.
Penanganan masalah gizi sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan SDM yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan SDM yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik.
Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat masyarakat seperti faktor lingkungan yang higenis, asupan makanan, pola asuh terhadap anak, dan pelayanan kesehatan seperti imunisasi sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.
Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal. Namun, berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk akibat tidak baiknya mutu makanan maupun jumlah makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh masing-masing orang masih sering ditemukan diberbagai tempat di Indonesia. Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya manusia.
Oleh karena status gizi memengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktivitas kerja
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak adalah gizi kurang. Anak balita (0-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi.
Di negara berkembang anak-anak umur 0–5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi rendah.
Anak usia 12-23 bulan merupakan anak yang masuk dalam kategori usia 6–24 bulan dimana kelompok umur tersebut merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat.
Underweight dapat diartikan sebagai berat badan rendah akibat gizi kurang. Underweight adalah kegagalan bayi untuk mencapai berat badan ideal, yang kemudian juga bisa mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan, sesuai usianya, dalam jangka waktu tertentu. Gangguan ini bisa disebabkan karena bayi kekurangan energi dan zat-zat gizi yang dibutuhkan sesuai usianya.
Status gizi anak dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan makanan yang kurang dan penyakit infeksi. Asupan energi yang kurang dapat menyebabkan ketidakseimbangan negatif akibatnya berat badan lebih rendah dari normal atau ideal.
Protein yang juga merupakan zat gizi makro mempunyai fungsi sebagai bagian kunci semua pembentukan jaringan tubuh. Pertumbuhan dan pertahanan hidup terjadi pada manusia bila protein cukup dikonsumsi.
Masalah gizi sebenarnya bukan masalah yang hanya disebakan oleh kemiskinan saja. Juga karena aspek sosial-budaya (kepercayaan, pendidikan, dan pekerjaan) yang ada di masyarakat kita, sehingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang tercapainya gizi yang memadai untuk balita.
Keadaan sosial ekonomi suatu keluarga sangat memengaruhi tercukupi atau tidaknya kebutuhan primer, sekunder, serta perhatian dan kasih sayang yang akan diperoleh anak. Hal tersebut tentu berkaitan erat dengan pendapatan keluarga, jumlah saudara dan pendidikan orang tua. Status ekonomi rendah akan lebih banyak membelanjakan pendapatanya untuk makan.
Bila pendapatannya bertambah biasanya mereka akan menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk menambah makanan. Dengan demikian, pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan.
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan, atau sering disebut status gizi. Apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan optimum, di mana jaringan jenuh oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimum. Dalam kondisi demikian tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang setingi-tingginya.
Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (malnutrition). Malnutrisi ini mencakup kelebihan gizi disebut gizi lebih (overnutrition), dan kekurangan gizi atau gizi kurang (undernutrition).
Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan.
Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikatoryang digunakan.
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu. Oleh sebab itu, dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi yang ditunjukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah tangga, karena rumah tangga yang sehat merupakan aset pembangunan dimasa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Semua anggota keluarga dapat menjadi rawan terkena penyakit infeksi, salah satunya adalah balita. Infeksi dapat menyebabkan kurang gizi atau sebaliknya.
Berdasarkan baku WHO – NCHS status gizi dibagi menjadi empat : Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition). Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwashiorkor.
Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut.
Status gizi masyarakat merupakan salah satu indikator kemajuan program pembangunan kesehatan. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan dan kesehatan manusia.
Status gizi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yaitu penyakit infeksi, jenis pangan yang yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas.
Faktor tidak langsung antara lain: sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, pendapatan, pola asuh yang kurang memadai, sanitasi lingkungan yang kurang baik, rendahnya ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan perilaku terhadap pelayanan kesehatan.
Sebagai masalah pokok yang terdapat di masyarakat adalah rendahnya pengetahuan, pendidikan, ketrampilan dan pendapatan serta status ekonomi. Status sosial ekonomi merupakan faktor yang banyak dihubungkan dengan status gizi dan kesehatan.
Faktor ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Status sosial ekonomi ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, sosial budaya.
Faktor sosial ekonomi dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk status gizi dan pemeliharaan kesehatan. Keterbatasan sosial ekonomi juga berpengaruh langsung terhadap pendapatan daya beli dan pemenuhan kebutuhan akan makanan, berpengaruh pada praktek pemberian makanan pada balita, berpengaruh pula pada praktek pemeliharaan kesehatan dan sanitasi lingkungan yang akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh serta pencegahan terhadap penyakit infeksi yang kesemuanya berakibat pada gangguan pertumbuhan.
Status sosial khususnya di kalangan perempuan akan berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan anak dan keluarga. Kualitas penduduk yang masih rendah yang terlihat dari tingkat pendidikan, status ekonomi, pendapatan per kapita yang mengakibatkan kemampuan untuk sehat masih rendah, banyak sikap hidup yang mendorong timbulnya penyakit infeksi, kekurangan dan kelebihan gizi. Perilaku gizi yang terjadi ditingkat keluarga, erat kaitannya dengan status sosial ekonomi keluarga