Denpasar, 13 Mei 2019
Malaria menjadi persoalan di Indonesia sejak zaman penjajahan. Baru 285 Kabupaten/Kota yang mencapai eliminasi Malaria dari total 514 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Namun, berbagai tantangan dihadapi oleh Kementerian Kesehatan untuk percepatan eliminasi Malaria tahun 2030. Tantangan tersebut antara lain wilayah geografis Indonesia yang luas dan beragam, serta tingginya mobilitas masyarakat.
“Wilayah Indonesia itu luas, sehingga perlu strategi khusus untuk melalukan upaya percepatan eliminasi malaria di tahun 2030,” kata Menkes Nila Moeloek pada acara Puncak Hari Malaria Sedunia di Denpasar (13/5).
Menkes Nila menyebutkan bahwa upaya eliminasi malaria dilakukan secara bertahap melalui pendekatan gugus pulau yang dibagi menjadi 5 Regional. “Jawa dan Bali menjadi regional pertama yang ditargetkan untuk diverifikasi eliminasi malaria oleh WHO pada tahun 2023,” jelas Nila.
Pendekatan ini harus dilakukan secara terstruktur dan masif untuk mempercepat eliminasi malaria, tambahnya.
Kasus malaria telah menurun lebih dari 50% dari tahun 2010-2018. Pada tahun 2010 kasus malaria sebanyak 465.764 sedangkan tahun 2018 menurun menjadi 222.085 kasus. Adapun 5 Provinsi dengan status belum eliminasi malaria antara lain Papua,Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT.
“Hampir 79% kasus malaria di Indonesia berasal dari Papua. Ini adalah tantangan bagi kita semua, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan inovasi untuk mengentaskan kasus-kasus malaria,” ujar Menkes Nila.
Dukungan Lintas Sektor
Keberhasilan eliminasi malaria tak lepas dari dukungan dari lintas sektor, terutama pemerintah daerah. Komitmen pemerintah daerah ini sangat penting untuk menuntaskan masalah tersebut.
“Pemerintah daerah lebih mengenal daerahnya masing-masing, sehingga bisa menerapkan kearifan lokal di dalam program pengentasan malaria,” kata Menkes Nila Moeloek.
Pada saat yang sama Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memberikan dukungan yang kuat dalam pencegahan dan pengendalian malaria. “Upaya kongkrit yang dilakukan adalah mengharmonisasi program eliminasi Malaria ke dalam dokumen Rancangan Pembangungan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” kata Menteri Tjahjo Kumolo. Ia pun mengingatkan kepada seluruh pemerintah daerah untuk memasukan anggaran khusus untuk program eliminasi malaria. Inilah bukti kuat bahwa pemerintah serius dalam menyelesaikan masalah penyakit malaria di Indonesia.
Malaria dan Prestasi Bangsa
Keresahan Menkes Nila Moeloek terungkap ketika berbicara mengenai ancaman malaria terhadap prestasi bangsa.
“Apabila malaria tidak segera dientaskan, kita akan mengalami kerugian yang besar. Salah satunya bisa mengurangi mutu Sumber Daya Manusia (SDM) kita,” ujar Menkes Nila Moeloek.
Selain meningkatkan risiko kesakitan hingga kematian, gangguan pertumbuhan janin yang dikandung oleh ibu hamil penderita malaria, menghambat tumbuh kembang anak dan meningkatkan absenteisme anak di sekolah, menghambat fungsi kognisi karena anemia kronis dan kerusakan otak yang bisa menurunkan mutu SDM.
“Jika mutu SDM kita rendah, negeri ini tidak akan bisa bersaing dengan negara lain. Bahkan produktifitas cenderung lebih rendah. Ini bisa menjadi ancaman jangka panjang lainnya,” kata Menkes.
Untuk itu Menkes mengajak semua untuk merkomitmen untuk mengendalikan penyakut ini.
“Mari kita kuatkan komitmen, baik di pemerintah pusat, pemerintah daerah serta lintas sektor untuk menyelesaikan permasalahan malaria dengan tuntas,” tutup Nila Moeloek.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (Tal)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM