Pola makan nabati tak hanya menyehatkan fisik, tetapi juga dapat melindungi bumi.
Tak hanya bermanfaat untuk tubuh, dengan menerapkan pola makan nabati (plant-based diet) Anda juga dapat membantu menjaga keberlangsungan kehidupan di bumi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di Eropa semakin banyak orang yang beralih ke pola makan nabati karena alasan kesehatan dan pertimbangan etis tentang perubahan iklim dan keberlangsungan ekologi.
Pola makan nabati berfokus pada makanan yang utamanya berasal dari tumbuhan. Pola makan ini tidak hanya mencakup mengonsumsi buah-buahan dan sayuran, tetapi juga kacang-kacangan, biji-bijian, minyak nabati, dan polong-polongan. Namun, bukan berarti Anda menjadi vegetarian saja—yang juga mengonsumsi beberapa produk olahan susu selain tumbuhan—atau bahkan vegan, yang tidak pernah mengonsumsi produk hewani seperti daging atau produk susu. Sebaliknya, Anda secara proporsional memilih lebih banyak makanan yang berasal dari sumber nabati.
Menurut Plant-Based Diets and Their Impact on Health, Sustainability and the Environment (2021) terbitan Kantor WHO Eropa untuk Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, terdapat sejumlah manfaat pola makan nabati. Tulisan ini sebagian besar berdasarkan laporan tersebut.
Di beberapa negara, perubahan pola makan ini baru saja muncul, sedangkan di negara lain tren ini meningkat lebih cepat. Namun, menurut WHO, bukti bahwa pola makan nabati itu sehat sudah banyak ditemukan berdasarkan penelitian nutrisi mengenai pola makan nabati seperti diet Mediterania dan diet vegetarian.
Diet Mediterania, menurut WHO, memiliki pola dasar makanan yang dominan yang bersumber dari nabati tetapi juga mencakup ikan, unggas, telur, keju, dan yogurt yang dikonsumsi beberapa kali seminggu. Tentunya, konsumsi daging dan makanan manis lebih jarang. Dalam studi populasi besar dan uji klinis acak diet ini telah terbukti dapat mengurangi risiko penyakit jantung, sindrom metabolik, diabetes, kanker tertentu (khususnya kanker usus besar, payudara, dan prostat), depresi, dan penurunan daya ingat pada orang lanjut usia, serta fungsi mental dan fisik yang lebih baik.
Diet vegetarian, kata WHO, juga telah terbukti mendukung kesehatan, termasuk menurunkan risiko terkena penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, diabetes, dan meningkatkan umur panjang. Selain itu, pola makan nabati bisa mencegah, alzheimer, autoimun, gangguan pencernaan, kanker, hipertensi dan lain-lain.
WHO mencatat bahwa secara keseluruhan, pola makan nabati ini rendah garam, lemak jenuh, dan gula tambahan sehingga direkomendasikan sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Pola makan nabati mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang diperlukan untuk kesehatan yang optimal, termasuk tinggi serat dan fitonutrien. Orang dengan pola makan seperti itu memiliki risiko kematian dini rendah dan terlindungi dari penyakit tidak menular. Saran ini melengkapi keseluruhan bukti yang menunjukkan bahwa membatasi konsumsi daging merah (daging sapi, daging babi, dan domba) dan daging olahan (seperti sosis dan daging yang diawetkan, diasap, dan diasinkan) dapat melindungi Anda dari berbagai penyakit tidak menular. Namun, beberapa vegan mungkin perlu menambahkan suplemen, khususnya vitamin B12, untuk memastikan bahwa mereka menerima semua asupan nutrisi yang dibutuhkan.
Orang yang menerapkan pola makan nabati juga cenderung lebih bisa menjaga berat badan dengan stabil. Tentu saja, hal ini menjadi salah satu cara efektif untuk Anda yang ingin menurunkan berat badan, dan alasan inilah yang memicu kenaikan popularitas pola makan nabati.
Dalam pengolahan makanan yang bersumber dari hewani dibutuhkan proses olahan yang menghasilkan emisi karbon tinggi dan sangat membutuhkan air dan lahan yang jauh lebih besar untuk beternak hewan-hewan yang menjadi sumber makanan. Penelitian Veronique De Sy dkk., yang dipublikasikan di jurnal Environmental Research Letters pada 2015, menunjukkan bahwa padang rumput merupakan penyebab utama luasnya hutan (71,2 persen) dan hilangnya karbon (71,6 persen) di Amerika Selatan, diikuti oleh lahan pertanian komersial yang masing-masing 14 dan 12,1 persen. Pola makan nabati tentunya memiliki potensi untuk mengurangi dampak lingkungan yang terkait dengan tingginya konsumsi makanan hewani seperti daging dan produk susu.
Dalam catatan WHO, konsumsi daging yang berlebihan membebani sistem layanan kesehatan. Misalnya, diperkirakan pada tahun 2020 terdapat 2,4 juta kematian di seluruh dunia dan biaya layanan kesehatan sekitar 240 juta euro yang disebabkan oleh konsumsi daging merah dan daging olahan yang berlebihan.
Menurut WHO, pergeseran ke pola makan nabati juga dapat membantu mencegah hilangnya keanekaragaman hayati. Pola diet ini dapat secara signifikan mengurangi penggunaan lahan pertanian dan penggembalaan. Dia juga turut menjaga populasi hewan, yang banyak digunakan sebagai sumber makanan, dan menurunkan jumlah peternakan.
Bagi Anda yang baru mengenal pola makan ini atau mereka yang saat ini lebih sering mengonsumsi produk hewani mungkin bisa mulai berfokus pada transisi bertahap menuju pola makan nabati. Anda dapat mengurangi mengonsumsi produk hewani secara bertahap sesuai dengan ajaran agama dan budaya yang Anda anut. Anda juga perlu memiliki rencana pola makan nabati yang sehat dan terencana dengan baik agar dapat memberikan tingkat mikronutrien yang memadai. American Heart Association Academy of Nutrition and Dietetics saat ini mengakui bahwa pola makan nabati yang terencana dengan baik adalah pilihan sehat dan aman untuk kebanyakan orang dewasa.
Menurut WHO, banyaknya manfaat pola makan nabati bagi kesehatan ini diprediksi akan menjadi tren diet yang tumbuh pesat hingga tercetus konsep One Health. Namun, hal ini memang perlu mendapat perhatian khusus dari para dokter dan ahli gizi agar penerapan pola makan nabati yang sehat benar-benar dapat memaksimalkan dampak One Health, yang menguntungkan bagi manusia, hewan, dan lingkungan.
Penulis: Redaksi Mediakom