Madinah, 05 Agustus 2017
oleh: Prawito
Judul di atas, buka sok gaya, pintar bahasa Inggris. Kalau urusan bahasa Ingris, ngak usah ditanya, teman kantor, teman PPIH dan teman di rumah juga pasti tahu, ngak ada apa apanya. Kalau diminta menulis curiculum vitae, disana tertera kemampuan bahasa asing, pasti pilihannya, bisa tapi pasif, karena ngak ada pilihan lain, sehingga begitu pasifnya, ya begitu deh…litle litle I can, sekenanya.
Sorry only one, jawaban pamungkas kepada jemaah haji Turki yang menginginkan spray, botol penyegar wajah dan tubuh yang terasa panas, karena cuaca ekstrim di bawah payung halaman masjid Nabawi, Madinah. Rupanya remaja putri Turki ini melihat dari jauh, ketika saya sedang bergaya menyemprot wajah nenek-nenek yang sedang kepanasan di bawah payung masjid Nabawi. Nenek-nenek itu, bilang wah enak dingin, seger..! Akhirnya ada puluhan nenek-nenek jemaah haji asal Solo minta semua di semprot.
Satu persatu saya layani penyemprotan wajah nenek-nenek yang sudah menyodorkan wajah. Akibat para nenek ini heboh minta semprot dan menunjukkan wajah segar dingin, maka ada remaja putri yang juga ikut menyodorkan wajahnya minta disemprot. Lha,… ini nongol wajah lain. Lain bentuk, lain rupa dan lain umur, cantik lagi (penjelasan paling akhir ini biasanya ada yang komplain), setelah melihat tanda pengenalnya berasal dari negara Turki.
Setelah merasakan nikmatnya semprot, terus dia pingin beli, berapa harganya, wah ini semprot ngak di jual. Terus dia bilang, ya..sudah kasih saja ke saya. Terfikir pingin kasih, tapi terbayang wajah nenek-nenek yang menyodorkan wajah kepanasan minta disemprot nanti pakai apa ? Terpaksa saya katakan, ini satu satunya untuk penyuluhan. Oh,..ya, tank you, terus remaja itu meninggalkan area penyuluhan.
Memang, selalu saja ada yang unik dari jemaah haji Indonesia. Ketika, rombongan nenek ini diingatkan untuk makan terlebih dahulu sebelum berangkat ke masjid, mereka bilang belum ada nasi. Kemudian diminta bawa roti sebagai bekal ganjal perut, sebelum makan di pondokan atau hotel. Eh…ada nenek yang menawarkan pisang ambon untuk saya. Ngak nek, buat nenek saja, kata saya. Nenek itu ngotot, katanya dia bawa dua pisang, nenek itu tetap menyodorkan pisang, katanya saya mirip cucunya, ada ada saja nek…..!
Waktu yang bersamaan, komunitas ibu-ibu bermutu ( bermuka tua). Ia mendapat penyuluhan dari teman-teman wanita yang sering disebut Tim Pendukung Kesehatan (TPK). Beberapa saat dia menyelip diantara kerumunan ibu bermutu yang sedang duduk asyik bergerombol. Saya tak melihat kalau ada teman TPK sudah berada di tempat itu. Kemudian teman TPK berbisik, bapak saja yang kasih penyuluhan, ibu ibunya cuek-cuek.
Langsung saya berdiri pasang gaya, Assalamualaikum wrwb, perkanalkan nama saya Prawito, Tim Kesehatan dari Indonesia, dengan suara lantang. Selanjutnya saya mengatakan, Saya berdoa, semoga semua ibu-ibu disini sehat walafiat, sehat di Tanah Suci, sampai Tanah Air, Amiiiiiiiii…in jawab mereka keras. Semoga ibu-ibu menjadi hajah yang Mabruuuuu…ur !, Amiiiiiiiiiiiiiiii…in jawab mereka lebih keras dan mantap.
Setelah itu, baru menyampaikan isi penyuluhan tentang gelang risiko tinggi, ada yang warna merah, kuning, hijau. Apakah ibu-ibu sudah tahu, apa makna warga gelang yang ibu pakai…? Mereka bengong saling memandang, kemudian geleng-geleng, pertanda belum tahu. Awalnya cuek, sekarang pingin tahu. Kemudian saya tanya, terusin ngak nih penyuluhanya ? Terusiiiii…in……! jawab rombongan itu kompak.
Gelang merah, harus kontrol ke dokter 2 hari sekali, gelang kuning 3 hari sekali dan warna hijau 5 hari sekali kontrol. Kemudian ada beberapa yang tak punya gelang risti, agak bingung, lalu bertanya. Bagaimana yang tidak punya gelang risti pak ? Nah, yang tak punya gelang risti, wajib periksa sendiri, kata saya. Horeee….e, teriak mereka girang, sambil goyang goyang, persis seperti kegembiraan anak kecil dapat hadiah.
Nah, yang bikin seneng lagi, ada jemaah ketika diminta pakai masker, dengan gayanya menjawab, sudah biasa ngak pakai masker ngak papa, emang kenapa ? sambil pasang tampang gimanaaa gitu, ngak tega ngomongnya. Ya…pak, menjaga diri kan lebih baik. Disini, ribuan orang kumpul, dari seluruh dunia, kita ngak tahu, mereka membawa penyakit apa, kita ngak tahu. Bukankah, mencegah lebih baik dari pada mengobati ? Yes I know, sambil ngeloyor meninggalkan area penyuluhan, keren…!
Ngak boleh marah, sebel, apalagi ngambek, terus aja mendatangi kerumunan jemaah haji yang lalu lalang di halaman masjid Nabawi. Kasus keren itu hanya sedikit, satu, dua, dari ribuan jemaah haji Indonesia yang terkenal ramah dan sangat menghargai. Apalagi, mereka yang sebelumnya tidak tahu, kemudian mendapat informasi yang bermanfaat untuk kesehatanya, pasti mereka mengatakan terma kasih mas, terima kasih, terma kasih. Karena saya orang jawa, sekalipun lahir palembang, tapi logatnya jawa banget, sehingga setiap akhir penyuluhan dapat “mas…..”.
Adalagi jemaah India, Bangladesh, Turki, ketika kita sedang memberi penyuluhan, mereka mendengarkan, walau pastinya ngak paham, karena beda bahasa, tapi mereka terlihat menyimak. Bahkan, wajahnya memancarkan aura, kira kira begini, enaknya jemaah haji Indonesia, diperhatikan oleh negaranya, dapat penyuluhan, semprot-semprot, sandal, kadang-kadang kurma,…kapan aku dapat seperti mereka ya…Ah, GR..,bersambung…