WHO meluncurkan pedoman baru mengenai pencegahan dan penanganan gizi buruk dan malanutrisi akut pada anak dengan pendekatan komunitas.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meluncurkan pedoman baru mengenai pencegahan dan penanganan gizi buruk dan malanutrisi akut (gizi edema) pda anak usia di bawah lima tahun (balita) pada Senin, 20 November lalu. Pencapaian ini merupakan respons penting terhadap permasalahan kekurangan gizi akut global yang terus terjadi dan berdampak pada jutaan anak di seluruh dunia.
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, mengatakan, pedoman ini membantu mendukung negara-negara dalam mencegah dan menangani malanutrisi akut dengan penekanan khusus pada keberlanjutan perawatan dengan memberikan layanan terbaik bagi anak-anak dan keluarga mereka. “Kami menyerukan lebih banyak integrasi layanan nutrisi ke dalam sistem kesehatan dan penguatan sistem kesehatan tersebut. Ini adalah pendekatan yang lebih komprehensif untuk mengatasi masalah kompleks kekurangan gizi akut pada anak-anak dibandingkan sebelumnya,” katanya dalam rilis WHO.
Menurut National Center for Biotechnology Information, yang berada di bawah Perpustakaan Kedokteran Nasional Amerika Serikat, malanutrisi atau gizi buruk adalah suatu kondisi kesehatan akibat mengonsumsi makanan yang mengandung kalori, karbohidrat, vitamin, protein, atau mineral dalam jumlah yang tidak cukup atau terlalu banyak. Malanutrisi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama bagi balita di banyak negara berpendapatan rendah dan menengah. Dampak malanutrisi pada balita antara lain adalah berat badan kurang, stunting, gizi buruk dengan atau tanpa edema, dan bahkan bisa berujung pada kematian.
Faktor-faktor khusus gizi mencakup asupan makanan yang tidak memadai, pola asuh dan pengasuhan buruk, praktik pangan yang tidak tepat, dan penyakit penyerta menular. Padahal, perkembangan kesehatan fisik dan mental merupakan hak dasar anak dan tingkat kesehatan optimal dapat diakses oleh mereka dengan dukungan nutrisi yang baik.
Pada tahun 2015, dunia berkomitmen untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), termasuk target ambisius untuk menghilangkan segala bentuk malanutrisi pada tahun 2030. Namun, menurut WHO, proporsi anak-anak dengan malanutrisi akut masih berada pada tingkat yang mengkhawatirkan dan mempengaruhi sekitar 45 juta balita di seluruh dunia pada tahun 2022. Pada 2022, sekitar 7,3 juta anak menerima pengobatan gizi buruk akut yang parah. Meskipun cakupan pengobatan telah meningkat, anak-anak penderita gizi buruk akut di banyak negara masih belum dapat mengakses perawatan penuh yang diperlukan agar mereka dapat pulih.
Indonesia juga masih menghadapi masalah yang sama. Menurut Survei Status Gizi Indonesia oleh Kementerian Kesehatan, jumlah balita yang mengalami stunting menurun tapi tetap tinggi, dari 5.253.404 anak pada 2021 menjadi 4.558.899 anak pada 2022.
Pedoman baru yang diterbitkan WHO ini adalah bagian dari Rencana Aksi Global Mengenai Kekurangan Gizi Anak, yang dibentuk Sekretaris Jenderal PBB pada 2019 untuk mencegah, mendeteksi dan mengobati kekurangan gizi anak di seluruh dunia. Pedoman ini menggunakan Family MUAC, atau kadang-kadang juga disebut Mother MUAC, yakni pendekatan komunitas yang memberdayakan ibu, pengasuh, dan anggota keluarga lainnya untuk melakukan skrining awal pada anak mereka untuk mengetahui adanya malanutrisi akut dengan menggunakan pita MUAC.
Pita pengukur MUAC digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas pada anak-anak dan wanita hamil untuk membantu mengidentifikasi malanutrisi awal. Keterampilan membaca dan berhitung tidak diperlukan. Pita ini memiliki kode warna merah, kuning, dan hijau. Ibu tinggal melingkarkan pita itu pada lengan anaknya dan melihat kode warnanya. Warna hijau berarti tidak ada malanutrisi, warna kuning berarti malanutrisi moderat, dan warna merah termasuk malanutrisi akut.
Menurut panduan WHO, manajemen penanganan malanutrisi di tingkat terendah berada pada pekerja kesehatan komunitas, seperti tenaga kesehatan di pos pelayanan terpadu dan pusat kesehatan masyarakat. Mereka dapat memberikan nutrisi tambahan pada balita dengan malanutrisi akut/sedang dan pengobatan gizi pada anak dengan malanutrisi akut berat. Hal ini bisa dijalankan bila pemerintah atau mitra pelaksana dapat memastikan pelatihan dan pengawasan yang memadai terhadap pekerja kesehatan tersebut. Pemberian suplemen harus dengan standar tertentu dan pekerja kesehatan mengukur berat badan anak sebagai bagian dari pemantauan kemajuan pengobatan. Semua kegiatan ini harus didokumentasikan.
Pedoman ini menggariskan bahwa ibu dan bayinya yang berusia kurang dari enam bulan yang berisiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan harus diidentifikasi sejak dini dan dirawat sebagai satu kesatuan. Pelayanan yang efektif dan sesuai dengan budaya masyarakat, terutama untuk dukungan pemberian ASI, sangat penting bagi kesehatan mereka dan juga merupakan salah satu tindakan pencegahan yang paling penting untuk mengurangi prevalensi gizi buruk. Intervensi untuk pencegahan gizi buruk dan stunting ini harus dilaksanakan melalui pendekatan multisektoral dan multisistem, seperti pangan, kesehatan, air bersih, sanitasi, dan kebersihan, serta sistem perlindungan sosial, sebagaimana dituangkan dalam Rencana Aksi Global Mengenai Kekurangan Gizi Anak untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak yang sehat.
Penulis: Redaksi Mediakom