Upaya membuat kompas sudah dimulai oleh Cina sejak awal Masehi. Berkutat untuk menentukan posisi utara dan selatan yang tepat.
Ludovico di Varthema, pelancong dari Bologna, Italia, mencatat kapal yang berlayar di Indonesia pada abad ke-16 telah memakai kompas.
Kelahiran kompas, seperti yang kita kenal sekarang, bermula dari magnet. Sejak sebelum Masehi, berbagai bangsa di dunia sebenarnya sudah mengenal batu magnet, batu alam yang punya efek magnet tapi belum digunakan untuk menentukan arah utara dan selatan.
Tak diketahui siapa yang pertama kali menemukan magnet, tapi sejarawan mencatat orang Cina sudah memanfaatkan magnet sebagai kompas sejak lama. Massimo Guarnieri menulis artikel “Once Upon a Time… The Compass” di majalah IEEE edisi Juni 2014 yang menyatakan sekitar 70-80 Masehi, naskah Cina, Lunheng, menyebutkan sebuah alat yang memakai batu magnet berbentuk sendok yang diletakkan di permukaan datar.
Butuh seabad hingga alat itu menjadi lebih praktis dalam bentuk jarum. Guarnieri menyebut buku Wujing Zongyao atau Kumpulan Teknik-teknik Militer Penting, yang terbit pada 1044, telah memerinci cara membuat kompas dari jarum besi bermagnet yang mengambang di air atau digantung dengan benang. Di masa Dinasti Song (960-1279), alat ini telah digunakan untuk keperluan militer di darat dan navigasi di laut.
Negara-negara Barat tampaknya belum memakai jarum bermagnet hingga diperkenalkan oleh pedagang Arab, yang diperkirakan mendapatkannya dari bangsa Cina. Namun ada versi lain bahwa Eropa telah menemukannya sendiri. Alexander Neckam mencatat dalam De Naturis Rerum (1190) bahwa para pelaut memakai jarum bermagnet yang menunjuk ke arah utara meskipun matahari atau bintang tidak terlihat.
Yang pasti, pada abad ke-14, kompas dengan jarum magnet telah lazim digunakan pelaut. Hasil penelitian Frederic C. Lane, “The Economic Meaning of the Invention of the Compass” dalam The American Historical Review edisi April 1963, menyebutkan kompas, dengan dukungan peta dan tabel navigasi, memungkinkan kapal-kapal dagang Mediterania dapat berlayar dua kali dalam setahun.
Sebelumnya, kapal hanya berlayar sekali setahun dan tidak berlayar pada musim dingin, selama Oktober-Maret. Undang-undang Pisa, republik maritim merdeka sebelum menjadi bagian dari Italia, bahkan menggariskan bahwa jika kapal berlabuh pada atau setelah November, kapten kapal dilarang berlayar lagi sebelum Maret tanpa persetujuan para pedagang di kapal. Adanya kompas membuat pedagang lebih banyak meraup keuntungan dan kota-kota pelabuhan seperti Pisa menjadi kaya raya.
Kompas pun semakin dikembangkan. Jarum magnet itu lalu dilindungi dalam sebuah kotak kayu. Untuk menjaga stabilitasnya, kompas kemudian dilengkapi dengan gimbal atau suspensi Cardanis, yang ditemukan Girolamo Cardano pada 1570. Gimbal adalah cincin-cincin yang mengitari objek yang membuat objek seperti jarum magnet berada dalam posisi tetap pada sumbunya meskipun gimbal bergerak-gerak. Teknik gimbal masih digunakan hingga sekarang, misalnya pada “tongsis” untuk telepon genggam yang membuat telepon tetap berada pada posisi vertikal meskipun tongkat berubah posisi.
Pada abad ke-16, kompas dari jarum magnet sudah lazim digunakan kapal-kapal yang berlayar ke benua lain. Ludovico di Varthema, pelancong dari Bologna, Italia, mencatat kapal yang berlayar di Indonesia pada abad itu telah memakai kompas.
“Kapten kapal kapal itu membawa kompas dengan magnet, seperti kebiasaan kita, dan punya sebuah peta yang ditandai garis-garis bujur dan lintang,” tulis Varthema dalam The Travels of Ludovico di Varthema yang diterbitkan ulang oleh Hakluyt Society pada I863.
Namun fenomena efek magnet bumi belum dikenal saat itu hingga Georg Hartmann, ahli teknik Jerman, menemukannya pada 1518. Dalam bukunya, The New Attractive, Hartmann memaparkan jarum menyimpang beberapa derajat arah utara saat berada di Roma. Penyimpangan ini terjadi karena jarum itu terpengaruh magnet bumi yang tidak paralel permukaan bumi sehingga penyimpangannya berbeda-beda tergantung lokasi.
Menurut Guarnieri, fenomena penyimpangan itu baru kemudian dipaparkan William Gilbert, fisikawan dan dokter Inggris, pada 1600, yang menyatakan bumi adalah sebuah magnet raksasa. Hal ini menjelaskan mengapa jarum magnet kompas tidak menunjuk arah utara atau selatan secara persis. Gilbert pula yang menemukan fenomena listrik yang berbeda dari magnet.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pada 1885, Marinus Gerardus van den Bos di Belanda membuat girokompas, kompas tanpa magnet berdasarkan piringan yang berputar cepat yang digerakkan oleh sebuah motor kecil dan rotasi Bumi, bukan arah utara-selatan seperti kompas magnet. Alat ini memiliki kelebihan dibanding kompas magnet karena dapat menunjuk arah utara-selatan secara tepat dan tidak terpengaruh benda-benda yang dapat mempengaruhi magnet seperti besi. Alat ini sudah dipakai secara luas di masa Perang Dunia II.
Sejak itu kompas magnet mulai ditinggalkan para pelaut tapi bukan berarti hilang. Kini kompas magnet masih digunakan untuk berbagai kegiatan, salah satunya mendaki gunung. Telepon genggam juga dapat menjadi kompas berkat adanya magnetometer, alat yang mengukur arah dan kekuatan medan magnet di lokasi tertentu.
Penulis: Redaksi Mediakom