tantangan besar adalah disparitas pelayanan kesehatan antar wilayah, antar kelompok masyarakat, dan antar tingkat sosial ekonomi, terutama di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK) serta Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). Perlunya upaya peningkatan minat tenaga kesehatan, khususnya para dokter untuk bersedia ditempatkan di daerah-daerah tersebut, serta ketersediaan logistik, sarana, dan prasarana kesehatan harus senantiasa dipenuhi.
Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat menghadiri kegiatan Musyawarah Kerja Nasional Ikatan Dokter Indonesia (Mukernas IDI) XIX dengan tema “Aktualisasi Profesionalisme Dokter Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan yang Berkeadilan” di Pekanbaru (22/10).
Menkes menjelaskan, berbagai upaya telah dikembangkan Kemenkes guna memenuhi pelayanan medis spesialistik di DTPK, yaitu program dokter dengan kewenangan khusus; penempatan residen senior di daerah terpencil; pembangunan rumah sakit bergerak; dan flying health care.
“Selain itu, dilaksanakan pula program unggulan lain yang berkaitan dengan SDM kesehatan, yaitu program beasiswa atau tugas belajar”, ujar Menkes.
Melalui kesempatan tersebut, Menkes mengajak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk bekerjasama dalam penyempurnaan Program Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) sebagai bagian dari pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan. Kemenkes akan menyediakan insentif, beasiswa pendidikan dokter spesialis, dan fasilitas lainnya, guna mendorong minat para dokter muda mengabdikan diri di DTPK.
Pada kesempatan yang sama, Menkes juga menghimbau para profesional kesehatan dan para pengelola fasilitas pelayanan kesehatan untuk go global, dengan cara meningkatkan daya saing, profesional dan bekerja dengan penuh tanggung jawab, sesuai standar World Class Healthcare.
“Kita juga harus mengawasi para dokter asing yang bekerja di Indonesia agar mereka secara konsisten mempraktekkan Good Professional Conduct”, tambah Menkes.
Adanya fenomena warga Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri dikarenakan mereka merasa bahwa peralatan kesehatan di luar negeri lebih lengkap dan kemampuan tenaga medis di luar negeri lebih baik, atau adanya masalah kurangnya empati, keterbukaan, juga perhatian para dokter dan tenaga kesehatan lainnya di Indonesia kepada para pasien.Tantangan tersebut hendaknya diatasi dan disikapi bersama oleh semua pihak terkait.
Menkes menghimbau kepada para dokter, agar jangan sampai terjebak pada rutinitas profesional yang sempit, hanya terfokus pada penyakit. Padahal selain melakukan intervensi fisik, dokter harus berperan dalam intervensi moral dan sosial di tengah masyarakat.
“Nilai-nilai yang mencerminkan jati diri dokter Indonesia yaitu bersikap manusiawi, beretika dan berkompeten, hendaknya tertanam kuat dan terwujud pada setiap dokter Indonesia. Sehingga mereka benar-benar menjadi tenaga kesehatan yang berorientasi promotif, preventif, dan edukatif; handal dalam kuratif dan rehabilitatif; menempatkan kepentingan masyarakat sebagai tujuan utama; dan memberikan pelayanan kesehatan terbaik pada masyarakat”, tegas Menkes.
Kompetensi dan profesionalisme dokter merupakan syarat mutlak yang tidak boleh ditawar. Siap menjadi dokter berarti siap untuk ditempatkan dimanapun juga. Tidak hanya di kota besar tapi juga di daerah terpencil. Di samping itu, kemampuan berkomunikasi dengan pasien dan masyarakat harus diasah dan ditingkatkan, seiring dengan kemampuan mengamalkan ilmu secara kompeten dan keteguhan mengamalkan kode etik kedokteran.