Hari ini (11/01/12), tim dokter dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo melakukan operasi pemisahan bayi kembar siam Syahira dan Zakira, anak pertama pasangan Siti Maryam dan Edi Utomo. Bayi kembar berumur 56 hari ini lahir pada 16 November 2011 dan mengalami kelainan bawaan, dalam bahasa medis disebut kraniopagus.
Kraniopagus merupakan jenis kembar siam yang jarang ditemukan. Angka kejadian kraniopagus hanya 1 dari 2,5 juta kelahiran hidup. Dibutuhkan operasi besar untuk memisahkan jaringan otak dan kulit kepala, yang memakan biaya lebih dari 500 juta rupiah, dengan pembiayaan dari beberapa sumber termasuk dari Jaminan Kesehatan Daerah DKI Jakarta.
Demikian disampaikan Direktur Medik dan Keperawatan RSUPN-CM, Dr. dr. C.H. Soejono, Sp. PD-KGer, pada jumpa pers di Ruang Kuliah Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN-CM, Jakarta (11/1), sesaat sebelum operasi. Turut mendampingi, tim dokter yang terdiri dari dokter ahli spesialis bedah syaraf, dr. Syamsul A., Sp. BS(K); dokter ahli spesialis anak, Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp. A (K); dokter spesialis bedah plastik, Prof. dr. Chaula Soekasah, Sp.BP(K); dan penanganan di bagian Intensive Care Unit (ICU) anak, dr. Antonius H. Pudjiadi, Sp. A(K).
“Operasi pemisahan ini sangat jarang dilakukan dan merupakan operasi yang cukup sulit. Bagian tersulit adalah karena bersatunya pembuluh darah yang cukup besar, yang memberi suplai darah kepada kedua otak bayi tersebut, sehingga risiko pendarahan itu cukup tinggi”, ujar dr. Soejono.
Otak sisi kiri bayi kesatu dan otak sisi kiri bayi kedua menempel. Bagian ini mengatur fungsi persepsi atau fungsi untuk mendapatkan pemahaman, serta sedikit bagian parietal yang mengatur fungsi otak yang berkaitan dengan gerakan motoriknya, jelasnya.
“Proses operasi dapat memakan waktu antara 18-20 jam. Oleh karena itu dibentuk tim yang terdiri dari 4 orang dokter ahli bedah syaraf. Namun demikian disiapkan pula beberapa dokter ahli bedah syaraf lainnya apabila diperlukan”, tambahnya.
Pada operasi bayi kembar siam ini, banyak risiko yang dapat terjadi, antara lain adanya risiko pendarahan, infeksi dan gangguan tumbuh kembang pasca operasi. Tim akan memantau secara terus menerus selama tiga hari pasca operasi.
“Keluarga pasien telah dijelaskan mengenai perkembangan kondisi anaknya, juga berbagai kemungkinan penyulit dan risiko yang mungkin dapat terjadi baik pada proses pemisahan, penyempurnaan, sampai kepada hal-hal teknis pasca operasi”, jelas dr. Soejono.
Setelah dijelaskan mengenai hal-hal tersebut, orang tua dari bayi kembar siam tersebut dengan mantap memutuskan agar operasi pemisahan segera dilakukan sesuai rencana.
“Insya allah sudah siap, karena sebelum bayi kami lahir, saat usia kandungan 32 minggu, pihak Puskesmas merujuk kami ke rumah sakit, dan atas rujukan dari RS Koja, Jakarta Utara kami ke sini (RSCM). Aakhirnya kami tahu bahwa bayi kami kembar siam. Kami berharap operasi dapat berjalan lancar dan anak kami dapat segera pulih”, ujar Edi.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.