Flu Burung (FB) adalah penyakit bersumber binatang (zoonosis) yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan pandemik di Indonesia maupun di dunia. Oleh karenanya, baik Indonesia maupun negara di dunia melakukan program pengendalian flu burung dengan seksama. Potensi penularan flu burung dari manusia ke manusia jelas ada, meski sampai saat ini belum terjadi. Dengan demikian, butuh perhatian yang besar dan kerjasama lintas sektoral untuk bersama-sama mengatasi masalah zoonosis.
Demikian disampaikan Direktur Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE saat menutup kegiatan Diseminasi Hasil Pembelajaran Implementing The National Strategic Plan for Avian Influenza (INSPAI) in Framework for Pandemic Preparedness, Selasa siang (28/5/12). Hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, dr. Rita Kusriastuti, MSc. dan Perwakilan WHO Indonesia, dr. Graham Tallis.
“Kita tidak bisa memperkirakan kapan pandemi dapat terjadi atau masalah-masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan”, ujar Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Prof. dr. Tjandra menjelaskan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah kasus FB terbanyak, mendapat dukungan pihak Uni Eropa yang disalurkan oleh WHO melalui program dari Implementing The National Strategic Plan for Avian Influenza (INSPAI) dan telah dilaksanakan pada kurun waktu 2007-2011.
“Meskipun program tersebut selesai tahun ini, Pemerintah akan meneruskan dengan program-program yang ada di Kementerian Kesehatan menggunakan sarana yang ada secara maksimal”, jelas Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Lebih lanjut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan, salah satu manfaat dari INSPAI di Indonesia, diantaranya adalah penerapan dasar pemikiran “fair, transparent and equitable” dalam mekanisme virus sharing dan benefit sharing yang disetujui oleh World Health Organization (WHO) untuk dapat diterapkan dalam program kesehatan lainnya. Selain itu, koordinasi lintas unit dan lintas sektoral di bidang penelitian juga dirasa penting untuk dilakukan, mungkin dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) ataupun dengan sektor kesehatan hewan.
“Ini penting untuk kita pikirkan, bagaimana kita dapat mengkolaborasikan berbagai data-data yang ada, baik itu data influenza maupun data masalah kesehatan lainnya, untuk menciptakan sebuah gambaran yang menyeluruh, guna pengambilan langkah penanggulangan secara tepat”, kata Prof. dr. Tjandra Yoga
Pada kesempatan tersebut, Prof dr. Tjandra Yoga Aditama mengharapkan dukungan berbagai pihak, baik yang memiliki keterkaitan langsung dengan kesehatan maupun kalangan terkait lainnya seperti kesehatan hewan, lingkungan hidup, dan wild life, untuk bersama-sama menanggulangi flu burung dan berbagai penyakit zoonosis lainnya.
Masalah flu burung terjadi di banyak Provinsi di Indonesia, karena itu, Prof. dr. Tjandra Yoga mengharapkan agar Pemerintah Daerah bersama masyarakat untuk terus menjaga kewaspadaan tentang kemungkinan kasus flu burung.
“Tetap lakukan langkah-langkah untuk mendeteksi, melakukan surveilans, dan tindakan penanggulangan flu burung di daerah masing-masing”, tandas Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Kegiatan Diseminasi Hasil Pembelajaran Implementing The National Strategic Plan for Avian Influenza (INSPAI) in Framework for Pandemic Preparedness, telah dilaksanakan selama dua hari di Bekasi, Jawa Barat. Kegiatan tersebut dihadiri oleh sekitar 100 undangan yang merupakan perwakilan dari 10 RS Rujukan Flu Burung penerima bantuan pembangunan ruang isolasi; Akademisi; Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah, juga para dokter klinik swasta dari berbagai Provinsi di Indonesia.
Pada sesi penutupan, Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2), dr. Rita Kusriastuti mengatakan Indonesia telah melaksanakan berbagai usaha pengendalian Flu Burung (FB) dan zoonosis lainnya melalui program INSPAI meliputi peningkatan manajemen kasus, perbaikan fungsi laboratorium, sistem surveilans, komunikasi risiko, pembangunan pasar sehat, kesiapsiagaan pandemik, pendanaan berbagai penelitian, serta pembangunan ruang isolasi bertekanan negatif di 10 RS Rujukan Flu Burung.
“Pentingnya pengendalian zoonosis di Indonesia, tidak hanya berfokus pada FB, tetapi juga meliputi berbagai penyakit zoonosis lainnya. Dalam diskusi, dibahas juga berbagai Emerging Infectious Diseases (EID), serta penyakit-penyakit lain yang termasuk New Emerging Disease”, ujar dr. Rita Kusriastuti.
Pada kesempatan tersebut, dr. Rita juga menyebutkan beberapa hal penting yang menjadi pembahasan di dalam kegiatan yang telah dilangsungkan selama dua hari tersebut. Pertama, perlunya penguatan koordinasi dan kolaborasi multi sektor yang melibatkan pubic health, animal health, wild health dan animal health dalam satu konsep “One Health” dalam rangka pengendalian penyakit zoonosis. Kedua, diperlukan adanya mapping terintegrasi untuk kegiatan penanggulangan FB dan penyakit zoonosis lainnya, sehingga tidak terjadi multiplikasi kegiatan. Ketiga, pentingnya survilans yang terintegrasi. Keempat, peningkatan kapasitas laboratorium dan para klinisi dalam upaya deteksi penanganan kasus FB, dalam rangka penurunan angka kematian akibat FB. Kelima, pentingnya keterkaitan dan informasi data epidemiologi dan data virologis, baik itu pada manusia maupun hewan, guna pengembangan upaya pengendalian FB dan penyakit zoonosis lainnya. Keenam, penguatan infrastruktur, pemantauan kesehatan dan lingkungan, serta peningkatan kesiapsiagaan pandemi pada sektor esensial.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail [email protected]