Istilah “obat kuat” tidak pernah ada dalam kamus kedokteran, karena ketidakjelasan arah pengobatan yang ingin dicapai. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak pernah sekalipun memberikan persetujuan edar bagi produk-produk yang memiliki indikasi sebagai atau yang lebih dikenal dengan sebutan “obat kuat”.
Demikian disampaikan Direktur Standardisasi Obat tradisional, kosmetik dan Produk Komplementer Badan POM RI, Drs. Hary Wahyu T., Apt., saat memberikan keterangan kepada sejumlah pers di Kantor Badan POM di Jakarta (5/7).
“Memang ada persetujuan untuk obat yang diindikasikan untuk kelainan disfungsi ereksi, seperti Sildenafil sitrat, Tadafil, dan Vardenafil. Namun, penggunaannya harus dengan resep dan pengawasan dokter”, tegas Drs. Hary.
Menurut Drs. Wahyu, gangguan ereksi atau disfungsi ereksi dapat disebabkan berbagai faktor, diantaranya faktor fisik dan kejiwaan. Sehingga, butuh indikasi medis dari dokter yang menentukan apakah pasien benar-benar diharuskan untuk mengkonsumsi obat untuk mengatasi kelainannya tersebut.
“Dosis yang dibutuhkan pasien disfungsi ereksi tidak sama, sehingga benar-benar harus dikonsumsi dengan pengawasan”, jelas Drs. Hary.
Drs. Wahyu menjelaskan, tidak ada yang dapat menjamin kebenaran isi kadar dari produk yang disebut sebagai obat kuat tersebut. Selain itu, konsumsi tanpa diagnosa yang jelas, dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, diantaranya nyeri punggung dan pinggang; peningkatan risiko serangan jantung karena hipertensi; stroke; infark miokardiumial; risiko aritmia dalam kehidupan (selama 6 bulan); retinitis pigmentosa; dan kerusakan anatomi penis karena pecahnya pembuluh darah di penis yang diakibatkan ereksi secara terus menerus (priaisme).
Drs. Hary menyatakan BPOM, akan terus melakukan berbagai upaya terkait pengamanan produk obat-obatan yang beredar di masyarakat. Salah satu upayanya adalah dengan memberdayakan masyarakat melalui sosialiasi dan edukasi.
“Dengan pemberdayaan masyarakat, diharapkan masyarakat dapat mengerti, sehingga bisa diputus mata rantainya. Kalau tidak ada demand, otomatis tidak ada supply,” tandas Drs. Hary.
Menjawab pertanyaan media, Drs. Wahyu menambahkan, pada Oktober 2011, Badan POM mengeluarkan public warning nomor HM.03.05.1.43.10.11.08326 tentang Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Pada data tersebut, didapatkan 8 dari 21 jenis Obat tradisional yang mengandung BKO, tergolong produk yang disebut memiliki indikasi sebagai obat kuat, karena mengandung zat aktif kandungan obat disfungsi ereksi, yaitu Sildenafil sitrat, Tadafil, dan/atau Vardenafil.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id