Ada 4 hal mendasar bagi Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, bersungguh-sungguh untuk terus mengupayakan agar Indonesia bisa mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah kesepakatan negara-negara di dunia untuk mengatasi epidemi global tembakau dengan efek lintas negara. Hal tersebut diungkapkan Menkes RI menggelar jumpa pers mengenai perkembangan terkini persiapan aksesi Indonesia di Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jakarta (1/11).
A. Aspek Hak Asasi Manusia (HAM)
Setiap individu berhak untuk hidup dan mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah berkewajiban untuk melindungi masyarakat dari segala macam hal yang dapat menghambat pencapaian hak asasi tersebut. Merokok, jelas mengancam kesehatan dan menghambat masyarakat dalam mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya. Karena itu, Pemerintah berwenang mengatur untuk melindungi kesehatan masyarakat.
B. Aspek Legal
Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 menyatakan bahwa zat yang terdapat dalam rokok itu merupakan zat adiktif. Saat ini, diketahui bahwa zat adiktif terdapat dalam 4 jenis, yaitu: zat adiktif dalam narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif dalam tembakau. Karena itulah secara jelas perlu dilakukan pengaturan. Di samping itu sudah terdapat kesepakatan secara internasional untuk mengatur hal tersebut. Lalu, mengapa justru kita tidak mengaksesi guidelines tersebut?
C. Hubungan Internasional
Di dalam lingkup internasional, Indonesia dianggap pemimpin dalam Global Health. Dalam perhelatan The 3rd APEC High Level Meeting on Health and the Economy di Nusa Dua Bali yang bersepakat menyatakan bahwa kesehatan merupakan isu prioritas, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang belum mengaksesi FCTC. Hal lain, Menkes juga menyatakan keprihatinannya, bahwa di saat Indonesia didaulat menjadi chairperson dalam pertemuan Menteri Kesehatan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Indonesia justru menjadi satu dari dua negara Islam (selain Somalia) yang belum meratifikasi kesepakatan internasional tersebut.
D. Segi Ekonomis
Saat ini, perokok yang berasal dari golongan menengah ke bawah (golongan tidak mampu) semakin banyak. Ini merupakan beban yang besar. Di samping itu, kita semua mengetahui bahwa kebiasaan merokok menyebabkan penyakit yang sangat mahal biaya pengobatannya seperti penyakit paru, penyakit jantung, stroke, kecacatan pada bayi. Tentu secara jelas, ini akan menjadi beban ekonomi negara yang luar biasa besar.
“Saat ini, Indonesia akan mulai menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Apabila kondisi ini terus dibiarkan, anggaran kesehatan akan tersedot untuk penyakit-penyakit mahal yang sebenarnya bisa dicegah. Sebagai Pemerintah, ini jelas salah”, tandas Menkes.
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau merupakan perjanjian internasional kesehatan-masyarakat pertama sebagai hasil negosiasi 192 negara anggota Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). FCTC bertujuan untuk melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi tembakau dan paparan asap rokok terhadap kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi, melalui sebuah kerangka kerja untuk pengendalian tembakau. Tercatat sebanyak 177 negara yang mewakili lebih kurang 87,9% populasi penduduk dunia, telah menjadi Negara Pihak, baik melalui ratifikasi maupun aksesi.Hingga saat ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang belum mengaksesi FCTC.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat e-mail [email protected].