Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan jamu di Indonesia, Pemerintah telah merumuskan kebijakan dalam rangka pembinaan industri dan usaha di bidang obat tradisional. Dalam kaitan ini, pembinaan terhadap Usaha Jamu Racikan (UJR) dan Usaha Jamu Gendong (UJG) dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, sedangkan pengembangan UJR dan UJG diharapkan dapat dilakukan oleh Gabungan Pengusaha (GP) jamu agar dapat mendukung pengembangkan untuk mendorong ekonomi masyarakat.
Pada acara pendampingan kepada UJR dan UJG tersebut, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Binfar dan Alkes) Kemenkes RI, diwakili oleh Kepala Subdit Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, dra. Nadirah Rahim, Apt, M.Kes, membuka acara pendampingan bagi UJR dan UJG di Jakarta (7/11). Dalam sambutannya disampaikan bahwa kegiatanpendampingan ini penting sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan ekonomi rakyat dalam penggunaan jamu. Selain itu pelaku UJR dan UJG diharapkan dapat memperhatikan kebersihan dan kesehatan serta dapat mengetahui bahaya dari penambahan Bahan Kimia Obat (BKO) pada jamu.
Menurut dra. Nadirah Rahim, jamu merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang telah diwariskan secara turun temurun dan dikembangkan dari generasi ke generasi, sehingga menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi, memberikan berbagai manfaat dan menjadi kebanggaan sebagai bagian dari identitas bangsa.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan dari GP jamu, Lili Siswanto menyampaikan pelaku UJR dan UJG merupakan mitra industri jamu, dan sebagai ujung tombak dalam mempromosikan jamu-jamu, selain itu saya juga mengucapkan terimakasih kepada Ditjen Binfar dan Alkes Kemenkes RI yang telah melaksanakan kegiatan pendampingan ini”.
Indonesia memiliki keragaman hayati nomor dua terbesar di dunia setelah Brazil, potensi pemanfaatannya sekitar 30.000 jenis tanaman yang berkhasiat, diantaranya telah digunakan oleh industri jamu. Di era modern saat ini, jamu memiliki dimensi yang luas, dengan meningkatnya kecenderungan masyarakat global untuk back to nature menuntut tersedianya produk bahan alam yang berkualitas, praktis dan sesuai dengan pola hidup modern. Dari data Riskedas 2010 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (55,3%) penduduk Indonesia menggunakan Jamu dan 95 % nya menyatakan bahwa Jamu bermanfaat.
“Yang perlu diperhatikan oleh para pelaku UJR dan UJG adalah bagaimana caranya membuat jamu agar memenuhi persyaratan kesehatan, yang aman dikonsumsi, terutama dalam aspek kebersihan (higene dan sanitasi) dalam pembuatan jamu” jelas dra. Nadirah Rahim.
Pertemuan ini diikuti oleh 100 peserta Pelaku UJR dan UJG di wilayah DKI Jakarta, dengan melibatkan stakeholder terkait yaituKementerian Pertanian, GP jamu, dan Praktisi di bidang kesehatan. Rangkaian acara pendampingan ini yaitu pembinaan terhadap pelaku UJR dan UJG, diskusi mengenai bahaya BKO di dalam jamu, serta diskusi mengenai pengenalan simplisia sebagai bahan baku obat tradisional, dan mengenai aspek pengembangan usaha obat tradisional.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat e-mail kontak@depkes.go.id.