- Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa berdasarkan pengukuran, lebih dari 25 persen orang Indonesia diatas umur 18 tahun menderita hipertensi; namun kurang dari 10 persen yang mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi
- Meskipun mereka mengetahui penyakit hipertensinya, tidak berarti penyakit tersebut terkendali. Perubahan gaya hidup dan kepatuhan dalam menjalankan pengobatan menjadi kendala utama. Program intervensi kesehatan masyarakat diharapkan mampu meningkatkan kepedualian masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan agar tekanan darah pada tingkat yang baik (normal) dan bagi mereka yang memiliki penyakit hipertensi mampu mencegah tidak terjadi komplikasi stroke dan gagal ginjal.
- Upaya multi-stakeholder dalam pengendalian Hipertensi dikukuhkan melalui penandatangan kerjasama antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Novartis, dan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (FKM UI) untuk melaksanakan Program Intervensi Kesehatan Masyarakat
Jakarta, INDONESIA – 8 Januari 2014 – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), PT Novartis Indonesia (Novartis) dan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (PKEKK UI) hari ini menyelenggarakan diskusi interaktif yang membahas mengenai program intervensi kesehatan masyarakat dalam mengendalikan hipertensi di Indonesia, yang rencananya akan dilakukan di daerah sub-urban yakni Kabupaten Bogor. Diskusi ini melibatkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang diwakili oleh Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Pusat Promosi Kesehatan. Selain itu perwakilan dari PTM dan Promkes Kemenkes, Dinas Kesehatan Bogor dan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia turut serta mengembangkan model intervensi yang cost-effective.
Selain itu, pada kesempatan yang sama, upaya multi-stakeholders bidang kesehatan ini dalam pengembangan program intervensi untuk mengubah perilaku pasien dalam pengendalian hipertensi dikukuhkan melalui penandatangan nota kesepakatan antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Novartis, dan PKEKK UI. Turut hadir dalam acara ini dr. Lily S. Sulistyowati, MM, Kepala Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI; Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI; Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan UI; dan dr. Luthfi Mardiansyah, Presiden Direktur PT Novartis Indonesia.
Angka kematian kasus (fatality rate case) penyakit kardiovaskuler, yang sangat erat dengan hipertensi, yang dirawat di rumah sakit menempati urutan teratas dibandingkan dengan penyakit lainnya. Salah satu penyebabnya adalah karena perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia bukan hanya mereka yang hidup di daerah perkotaan tetapi yang berada di pedesaan. Yang menarik, berdasarkan pengukuran Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, lebih dari 25 persen orang Indonesia menderita hipertensi. Namun, yang mengkhawatirkan adalah yang mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi (melalui diagnosis tenaga kesehatan dan atau meminum obat) tidak sampai 10 persen,” ucap Dr. Ekowati Rahajeng, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI. “Menyadari situasi penyebaran hipertensi tersebut, Direktorat Penyakit Tidak Menular (PTM) mengajak masyarakat menjadi ‘CERDIK’ dengan melakukan Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok dan polusi udara lainnya, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat, Istirahat cukup, dan Kendalikan stress. Upaya CERDIK perlu terus ditingkatkan dan digencarkan, terutama sosialisasi ke daerah-daerah sub-urban,” tambah dr. Ekowati Rahajeng.
“Upaya kerjasama yang diumumkan hari ini merupakan wujud nyata komitmen semua pihak, baik dari akademisi dan swasta mendukung program kesehatan khususnya dalam pengendalian penyakit tidak menular hipertensi melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan upaya-upaya pencegahan dan mengenal lebih dini tentang hipertensi. Model intervensi yang dikembangkan ini adalah intervensi kesehatan masyarakat , karena tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hipertensi masih rendah, dan itu merupakan masalah utama. Oleh karena itu perlu diberikan edukasi dengan cara yang mudah dipahami dan mendorong kemandirian masyarakat untuk mengenal dan mampu mencegah penyakit hipertensi. Wujud adanya kemandirian masyarakat dalam mengenal dan mencegah hipertensi adalah mereka tahu dan mampu menerapkan pola hidup sehat dengan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai budaya hidup sehari-hari. Kami berharap modul yang dibuat nantinya dapat membantu dan memandu petugas kesehatan dalam memberikan edukasi tentang hipertensi, melakukan pembinaan dan pendampingan masyarakat dalam mengatasi dan mencari solusi pemecahannya”, jelas dr. Lily S. Sulistyowati, Kepala Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI.
Tingginya angka kematian kardiovaskuler pada usia yang semakin muda, yang terutama berkaitan dengan hipertensi di Indonesia merupakan salah satu tanda bahwa masyarakat Indonesia masih kurang memahami pentingnya kepatuhan (compliance) dalam menjalankan pengobatan dan perubahan gaya hidup. Sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa intervensi pengendalian yang mengubah perilaku pasien hipertensi dapat menurunkan komplikasi hipertensi. Hingga saat ini kerap dipahami bahwa hipertensi berkaitan dengan gaya hidup perkotaan. Pada kenyataannya penduduk yang tinggal di daerah sub-urban seperti Kabupaten Bogor telah memiliki angka prevalensi hipertensi yang cukup tinggi.
Kabupaten Bogor dipilih menjadi lokasi penelitian ini karena kasus hipertensi yang cukup signifikan, walaupun rata-rata penduduk daerah tersebut memiliki gaya hidup yang berbeda dengan gaya penduduk perkotaan. Selain itu Kabupaten Bogor telah merupakan daerah binaan Direktorat PTM.
Prof. Hasbullah Thabrany, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia menjelaskan “Pengendalian penyakit tidak menular seperti hipertensi tidak dapat bertumpu hanya pada upaya kuratif dan rehabilitatif semata. Jika upaya mengubah perilaku mencegah komplikasi hipertensi tidak dimulai, maka hipertensi akan menjadi beban ekonomi, baik bagi penderita maupun negara ketika jaminan kesehatan nasional (JKN) berjalan. Beban ekonomi yang dirasakan bagi penderita adalah hilangnya hari produktif, baik karena serangan penyakit maupun akibat komplikasinya.”
“Dengan mempelajari tren perilaku masyarakat yang selalu berubah-ubah dalam bidang kesehatan, terutama dalam mengendalikan hipertensi, maka bersama-sama dengan Kemenkes RI dan PKEKK UI, kami siap mendukung pengembangan modul intervensi kesehatan masyarakat ini dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs, yaitu dengan mencegah terjadinya PTM pada usia muda. Novartis juga menyadari pentingnya kerjasama dengan multi-stakeholders dalam penerapan pendekatan kesehatan masyarakat yang sejalan dengan komitmen tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap dukungan peningkatan layanan dan akses kesehatan di Indonesia,” ucap dr. Luthfi Mardiansyah, Presiden Direktur, PT Novartis Indonesia.
Program intervensi kesehatan masyarakat yang melibatkan 500 penduduk Kabupaten Bogor yang menderita hipertensi akan dijalankan secara teknis oleh tim PKEKK UI, dipantau oleh Kemenkes RI, dan didukung oleh Novartis Indonesia hingga Oktober 2014. Modul yang dihasilkan akan dikaji dan diteliti agar dapat digunakan di daerah lain dalam pengendalian hipertensi di tahun mendatang.
***
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
1. Pusat Komunikasi PublikKementerian Kesehatan RI. JL. HR Rasuna Said Blok X5 Kav 4-9 Blok C Gd. Adhyatma Lt1 Jakarta Selatan
Hotline Halo Kemkes <kode lokal> 500-567 SMS 081281562620 Email: [email protected] Website: www.kemkes.go.id
2. Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav 4-9 Gd. Prof. Sujudi Lt10 Jakarta Selatan
3. Novartis Indonesia. Duhita Rahma Mahatmi (Gandis) Email: [email protected] Communications ManagerTelp: 021 300 480 600
4. Burson-Marsteller. Rama FauziTelp: 021 5296 3880Email:[email protected]