Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggunakan tarif INA-CBG’s (Indonesia Case Based Groups) versi terbaru yakni versi 4.0 pada pola pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Versi ini mulai diberlakukan pada 2014. Ketentuan ini sesuai dengan Peraturan Presiden No 111 Tahun 2013 sebagai revisi dari Perpres No 12 Tahun 2013 mengenai Jaminan Kesehatan.
Seperti sebelumnya, Ina CGB’s versi 4.0 berdasarkan pada data-data dari rumah sakit. Sesuai dengan regulasi, di dalam INA CBG’s ini ada kendali mutu di dalamnya. Kendali mutu ini terkait baik dari profesi, akademisi, pakar, asosiasi, hingga dinas kesehatan. Diharapkan, dengan pola pembayaran ini bisa mendorong efisiensi dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur dalam jumpa pers di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta (6/1) mengatakan, Rerata tarif INA-CBG’s 2014 dibandingkan 2013 naik 29-54%, dimana RS swasta dan pemerintah tidak ada perbedaan.
“Jomplang antara RS tipe A, B, C, dan D memang sangat jauh pada INA-CBG’s 3.1, tetapi yang sekarang sudah diberikan solusi yaitu kenaikan 29-54%. Yang 54% adalah RS tipe D, sedangkan yang tipe A adalah 29%. Artinya apa? Disparitas RS tipe A, B, C, dan D itu semakin sempit,” tuturnya.
Dijelaskan, tarif tersebut berbentuk paket yang mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit berdasarkan penyakit yang diderita. Di dalamnya mencakup jenis obat dan kelas perawatan bila harus menjalani rawat inap, berikut pengobatannya sampai dinyatakan sembuh.
“Dengan penerapan INA-CBG’s, RS akan memiliki peran terhadap ketersediaan pelayanan kesehatan, termasuk ketersediaan obat. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan pada paket INA-CBG’s,” katanya.
Tarif INA-CBG’s hampir tiap tahun mengalami pemutakhiran sesuai dengan perkembangan atau mengikuti laju inflasi. INA-CBG’s 4.0 yang digunakan dalam pelaksanaan JKN dikelompokan dalam enam jenis RS, yaitu RS kelas D, C, B, dan A, serta RS Umum dan RS Khusus rujukan nasional. Tarif INA-CBG’s juga disusun berdasarkan perawatan kelas 1, 2, dan 3.
Dalam siaran pers yang dikeluarkan BPJS Kesehatan, dinyatakan bahwa implementasi INA-CBG’s pada JKN berguna dalam standardisasi tarif sehingga lebih memberikan kepastian. “Perhitungan tarif pelayanan lebih objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya. Melalui INA-CBG’s, diharapkan dapat meningkatkan mutu dan efesiensi rumah sakit.
Tarif paket itu mencakup seluruh komponen biaya RS yang berbasis pada data costing dan coding penyakit, yang mengacu pada International Classification of Diseases (ICD) yang disusun WHO. Penggunaan ICD 10 untuk mendiagnosis 14.500 kode dan ICD 9 Chlinical Modifications yang mencakup 7.500 kode. Adapun tarif INA-CBG’s terdiri atas 1.077 kode CBG, yakni 789 rawat inap dan 288 rawat jalan dengan tiga tingkat keparahan.
Di Indonesia, INA-CBG’s bukan sistem baru karena telah dibangun sejak 2006 oleh Kemenkes. Pada 2008, INA-CBG’s diimplementasikan dalam program Jamkesmas. Sampai 2013, jumlah pemberi pelayanan kesehatan Jamkesmas yang menggunakan INA-CBG’s meliputi 1.273 RS.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat email kontak@depkes.go.id.