Kementerian dan Lembaga bersepakat untuk mengajukan pemberatan hukuman pidana maksimal kepada pelaku pemerkosaan dan pencabulan. Kepada pelaku juga akan dikenakan sanksi berupa publikasi identitas kepada publik bahwa yang bersangkutan telah melakukan kejahatan di luar nilai kemanusiaan. Kemudian, setelah mendapatkan pemberatan hukuman, tetap akan diberikan pendampingan rehabilitasi selama masa hukuman, agar pelaku dapat kembali ke jalan yang benar.
Demikian pernyataan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri di Kantor Menko PMK di Kawasan Medan Merdeka Selatan, Jakarta (10/5).
Rakor yang dihadiri oleh Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasona. H. Laoly tersebut membahas Amandemen Undang-undang Perubahan Kedua Atas Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Amandemen tersebut menambahkan substansi Penambahan Hukuman bagi Pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Hukuman tersebut diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatannya di masa mendatang”, kata Puan Maharani.
Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasona. H. Laoly, mengatakan bahwa seluruh hasil keputusan Rakor berupa kesepakatan pemberatan hukuman kepada pelaku pemerkosaan dan pencabulan, serta hal lain yang belum dapat diputuskan seperti hukuman kebiri kimia, akan dibawa pada Rapat Terbatas bersama Presiden pada kesempatan mendatang.
“Semua akan kami bawa, keputusan Rakor pada hari ini adalah pemberatan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku pemerkosaan dan pencabulan, terutama terhadap anak-anak. Masalah kebiri dan lain-lain akan kami angkat untuk diputuskan di Ratas”, kata Yasona H. Laoly.
Hal lain, beliau juga menjelaskan bahwa pemberatan hukuman bagi pelaku pemerkosaan dan pencabulan mulai dari pemberatan hukuman pidana 15 tahun menjadi 20 tahun, pemberatan hukuman seumur hidup, bahkan hukuman mati bila korban meninggal dunia.
Saat ditemui sejumlah media, Menteri Kesehatan, Nila Farid Moeloek, menerangkan bahwa tindakan kebiri kimia memiliki risiko positif dan negatif, sehingga perlu dibahas pada tingkatan yang lebih tinggi. Kebiri kimia adalah tindakan memasukkan bahan kimiawi antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke dalam tubuh pelaku tindak kejatahan seksual dengan tujuan untuk memperlemah hormon testosterone.
“Dari sisi kesehatan kami harus menjelaskan apa positif dan negatifnya, kan ada juga efek-efek sampingnya. Nah, itu yang harus kita jelaskan. itu bisa menjadi pertimbangan juga”, tandas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.