Dewasa ini, Rabies masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Provinsi Kalimantan Barat memiliki kasus Rabies tertinggi kedua di Indonesia setelah Sulawesi Utara. Hal ini menjadi perhatian utama Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis. “Kita secara bersama-sama harus terus mengedukasi masyarakat kalau hewan dapat menjadi sangat berbahaya dan dapat menularkan penyakit yang mematikan,” tegasnya dalam acara Peringatan WRD di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (28/9).
Kalbar sempat menjadi daerah bebas Rabies pada tahun 2006 hingga 2014, akan tetapi kasusnya meningkat kembali pada tahun 2015, dan menjadi mengkhawatirkan pada tahun 2016 ini. Saat ini tercatat 8 Kabupaten yang memiliki kasus Rabies, yaitu Melawi, Ketapang, Kapuas Hulu, Sintang, Landak, Bengkayang, Sekadau dan Kabupaten Sanggau. Pada tahun 2016 tercatat jumlah gigitan anjing Rabies sudah lebih dari 800 kasus.
Hari Rabies Sedunia (WRD) diperingati setiap tanggal 28 September. Tahun ini puncak peringatan WRD di Indonesia dipusatkan di Kalimantan Barat. Adapun tema yang diangkat tahun ini adalah Edukasi dan Vaksinasi Menuju Indonesia Bebas Rabies 2020. Pemilihan Kalimantan Barat sebagai tempat peringatan WRD tepat mengingat jumlah kasus rabies di sini saat ini cukup besar dan meningkat. “Saya sempat panik, karena vaksin tidak ada, semua pun tahu kalau sudah kena “barang” ini (Rabies) ukurannya adalah mati, ” ungkap Cornelis.
Pernyataan Gubernur Kalbar tidak berlebihan karena dunia mencatat tingginya angka kematian akibat Rabies. Angka kematian pada manusia akibat Rabies adalah 100%. Sebab, jika gejala Rabies telah muncul, maka penderita dipastikan akan meninggal.
Sementara itu, Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K) yang turut hadir dalam acara tersebut menyatakan bahwa Kalbar merupakan daerah yang perlu mendapat perhatian khusus terkait penyebaran Rabies. “Tantangannya cukup tinggi, karena selain daerahnya yang cukup luas, banyaknya hewan liar yang menjadi sumber penularan dan berkeliaran di tempat pemukiman penduduk menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus Rabies. Untuk itu, kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Daerah harus benar-benar terjalin dengan baik untuk menekan angka penyebaran kasus Rabies,” kata Menkes.
Kematian akibat Rabies sesungguhnya dapat dihindari. Jika seseorang terkena gigitan hewan penular Rabies, seperti anjing, kucing atau kera, harus diberikan penanganan yang tepat dan benar agar tidak muncul gejala Rabies. Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah : 1) mencuci luka gigitan dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit, dan 2) segara berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan. Tindakan pengobatan juga dapat dilakukan dengan memberikan Vaksin Anti Rabies atau VAR, bila diperlukan.
Pada kesempatan yang sama Menteri Kesehatan memberikan secara langsung bantuan logistik Pencegahan penularan Rabies berupa Vaksin Anti Rabies (VAR) untuk manusia sebanyak 3.200 Vial dan Media KIE. Sementerara Kementerian Pertanian memberikan bantuan berupa Vaksin Rabies untuk Hewan 25.000 Dosis, Kulkas 10 Unit Untuk Menyimpan & Coolbox 10 Unit, Vaksinator 82 Vial.
“Kami terus memantau dan memberikan bantuan kepada daerah-daerah yang meningkat kasus Rabiesnya. Kami juga terus mengingatkan kepada semua pihak akan pentingnya menekan angka rabies di Tanah Air untuk mewujudkan Eliminasi Rabies 2020 atau Indonesia Bebas Rabies tahun 2020,” tegas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, dan email kontak@depkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi
dan Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP.196110201988031013