10-15 tahun yang lalu diprediksi Indonesia akan mengalami transisi epidemologi, yaitu suatu perubahan dari suatu penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). Namun banyak orang tidak menyadari hal itu bukan cuma sekedar wacana, tetapi sudah terjadi transisi epidemologi tersebut, dan kenyataannya 5 tahun terakhir ini terjadi peningkatan kasus PTM.
Penyakit tidak menular (PTM) ini tidak hanya dilihat dari mordibitas dan mortalitas, tetapi juga dalam aspek kronisitas. PTM dalam hal ini salah satunya adalah diabetes mengakibatkan suatu burden bahkan dapat mengakibatkan Multiple Burden, baik dari aspek ekonomi aspek politik, dan kesehatan.
Demikian pernyataan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, dr. H. M. Subuh, MPPM, dalam sambutannya pada acara Simposium Nasional Hari Diabetes Sedunia 2016 di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, (19/11).
Berdasarkan data WHO, pada tahun 2015 terdapat 415 juta penyandang Diabetes di seluruh Indonesia, lebih lanjut bila angka tersebut diprediksi bertambah menjadi 642 juta penyandang pada tahun 2040.
Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia dari 5,7% (2007) menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta (2013). Data International Diabetes Federation (IDF) 2015 juga menyatakan jumlah estimasi penyandang Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta dengan menempati urutan ketujuh tertinggi setelah China, India, Amerika, Brazil, Rusia dan Meksiko. Diperkirakan pada tahun 2040, jika tidak dicegah maka angka penyandang Diabetes akan meningkat menjadi 16,2 juta di Indonesia.
80% kasus diabetes sendiri dapat dicegah, bila seandainya masyarakat mau melakukan cek kesehatan, namun kenyataannya 1 dari 2 orang dengan diabetes tidak tahu dirinya memiliki diabetes. Pada akhirnya banyak pasien yang ditemukan sudah dalam tahap lanjut dan tejadi komplikasi penyakit seperti, serangan Jantung dan stroke, infeksi kaki yang bila sudah berat berakibat diamputasi, dan gagal ginjal stadium akhir.
“Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan tingkat kematian tertinggi di dunia. Penyakit ini juga mengurangi produktivitas kerja dan tingkat pendapatan, dan kualitas hidup penyandang kemudian mengarah pada komplikasi”, pungkas Subuh.
dr. Subuh mengatakan terdapat 3 prinsip upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan Pengendalian penyakit. Yang pertama, adalah mendeteksi penyakit dengan melakukan deteksi dini atau diagnosa awal. Hal ini merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan karena untuk mengetahui kondisi tubuh sehingga tidak terlambat dalam penanganan. Selanjutnya, adalah melakukan prevensi. Upaya prevensi yang baik adalah melakukan upaya intervensi terhadap faktor risiko.
Upaya yang ketiga adalah bagaimana melakukan respon. Upaya respon tidak hanya dilakukan di fasyankes, tetapi juga dilakukan oleh berbagai pihak, seperti dilingkup keluarga, komunitas, dan swasta untuk meningkatkan kewaspadaan di masyarakat terhadap penyakit tidak menular (PTM) khususnya Diabetes.
Selain itu, masyarakat perlu melakukan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan juga menerapkan CERDIK. Cerdik mempunyai makna; Cek kesehatan secara berkala; Enyahkan asap rokok; Rajin aktifitas fisik; Diet sehat dan seimbang; Istirahat yang cukup; dan Kelola stres.
“Mengelolah stres itu penting, karena stres sendiri merupakan salah satu faktor pencetus penyakit”, tambahnya.
Oleh karena itu, dr. Subuh mengajak masyarakat untuk melakukan deteksi dini. Dengan melakukan deteksi dini akan dapat mencegah dan memperlambat komplikasi sehingga penyandang diabetes tetap produktif, tidak mengalami kecacatan dan hidup dengan sehat.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021)5223002, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.