Menteri Kesehatan, Nila Farid Moeloek, bersama Menteri Komunikasi, Informasi dan Informatika, Rudiantara; Staf Ahli Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Rusnadi Pandjung; dan Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Sri Hartoyo; melakukan dialog bersama dalam acara Public Expose Nusantara Sehat yang bertajuk “Membangun Kesehatan Indonesia dari Pinggiran” yang diselenggarakan di Gedung Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Kamis pagi (12/1).
Mengawali pertemuan tersebut, Menkes Nila Moeloek mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki permasalahan maldistribusi tenaga kesehatan, sehingga dibutuhkan terobosan dalam bidang penguatan layanan kesehatan, salah satunya dengan mengirimkan tenaga kesehatan melalui program Nusantara Sehat ke daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan.
“Dahulu ada Inpres yang mewajibkan tenaga kesehatan ke Daerah. Namun, di era demokrasi Inpres tersebut sudah tidak ada. Maka, betapa sulitnya kita melakukan pemerataan, namun bagaimanapun pemerataan terus kita upayakan. Sejak dua tahun lalu, Kemenkes telah mulai kirimkan tenaga kesehatan yang bersedia mengabdi daerah-daerah perifer, kelebihannya mereka berbasis tim”, ujar Nila Moeloek.
Pelibatan kaum muda untuk pembangunan secara umum, khususnya dalam pembangunan kesehatan, Nusantara Sehat dianggap dapat mengisi kekurangan. Jiwa muda para anggota tim Nusantara Sehat tidak hanya dinilai mampu dapat memberikan alternatif solusi masalah kesehatan, namun juga membawa inovasi pengembangan masyarakat di wilayah tempat mereka berkarya.
Menkominfo, Rudiantara, menyebutkan bahwa Kominfo juga bersemangat sekali untuk membangun keterjangkauan akses internet di daerah. Melalui program Palapa Ring, Kemenkominfo ingin meningkatkan akses masyarakat yang terpinggirkan dan yang berada di pinggiran negeri.
Pada kesempatan tersebut, Rudiantara menyatakan dukungannya terhadap pembangungan kesehatan, terutama dalam aspek keterjangkauan akses jaringan komunikasi dan internet, khususnya di daerah tertinggal. Mengacu pada Perpres 131 tahun 2015 telah ditetapkan sebanyak 122 Kabupaten sebagai Daerah Tertinggal.
“Daerah ini kita petakan, dari sejumlah Puskesmas yang ada di daerah tersebut, berapa yang harus terhubung internet? Lalu tujuannya diperjelas apakah untuk konektifitas antar Puskesmas atau pelayanan bagi masyarakat? Mari berpikir praktis, Let’s make a simple and make people happy“, tutur Rudiantara.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Sri Hartoyo, menerangkan bahwa penyediaan infrastruktur permukiman mulai tahun 2014 telah diarahkan pada pencapaian gerakan nasional “seratus nol seratus”, yakni 100% akses terhadap air minum, 0% terhadap lingkungan tidak layak huni, dan 100% akses sanitasi. Dalam rangka mendukung program pembangunan kesehatan, kolaborasi lintas sektor bersama Kemenkes juga telah dilakukan dan akan terus dijalankan, misalnya PAMSIMAS dalam hal penyediaan air minum dan sanitasi yang berbasis masyarakat.
Sementara itu, terkait pemanfaatan dana desa untuk pembangunan kesehatan, Staf Ahli menteri Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan Kemendes, Rusnadi Pandjung, menerangkan bahwa dana desa secara umum prioritasnya untuk pembangunan infrastruktur. Secara khusus, dapat digunakan untuk menyelesaikan indikator-indikator yang menyebabkan desa itu tertinggal.
“Indikator tersebut ada lima dimensi, salah satunya kesehatan. Jadi, saat infrastruktur dan indeks pembangunan menunjukkan ada permasalahan kesehatan, kita sudah sampaikan kepada pendamping agar di dalam penyusunan anggaran pembangunan dan belanja desa (APBDes) diarahkan ke kesehatan”, terang Rusnadi.
Saat ditinjau pemanfaatan desa di tahun sebelumnya, infrastruktur yang banyak dibangun adalah pembangunan jalan dan jembatan, perbaikan kantor, ada pula perbaikan sanitasi lingkungan dan air bersih tapi proporsi untuk dimensi kesehatan masih sedikit.
“Penting sekali sekiranya ada pendamping juga dari Kementerian Kesehatan untuk bersama-sama dengan pendamping desa untuk melihat prioritas ini. Seringkali partisipasi dari bawah, tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Masyarakat desa mana sering tidak bisa menentukan pilihan mana yang sesungguhnya benar-benar mereka butuhkan”, imbuhnya.
Mengakhiri pertemuan tersebut, Menkes menyatakan bahwa kolaborasi program dengan menurunkan ego sektoral sangat dibutuhkan. Karena itu, integrasi dan supply data bersama sangat penting untuk menentukan lokus intervensi program masing-masing Kementerian dan Lembaga.
“Saat ini kita bersama-sama sedang mengurangi kemiskinan melalui pemerataan. Fokus kita semua sama, yakni sama-sama membangun dari pinggiran, khususnya daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan”, tandas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.