Makkah, 23 Agustus 2019.
Selama penyelenggaraan ibadah haji, kebutuhan akan ambulans, perbekalan kesehatan (Perbekkes) dan layanan konsultasi dokter spesialis dalam situasi emergensi seringkali sulit diprediksi. Adanya peningkatan kebutuhan tersebut khususnya pada fase tertentu seperti saat Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), menuntut tersedianya sebuah sistem yang dapat mengelolanya.
Sejak tahun 2017, terbentuk sebuah ‘contact center’ yang bernama Husada 99. Kepala Pusat Kesehatan Haji, Dr. dr. Eka Jusup Singka, MSc, memberi nama demikian, terinspirasi dari call center 911 di Arab Saudi dan AGD 119 di Indonesia.
“Awalnya Husada 99 adalah suatu sistem yang dibuat untuk menghadapi Armuzna pada 2017,” ujar dr. Janni Koesnomo Matsalim, Sp.Ok, MKK, penanggung jawab ambulans Daker Makkah, saat menceritakan sejarah lahirnya Husada 99.
Mulanya fokus utama Husada 99 adalah bagaimana menghadapi kondisi Armuzna. Di mana tahun-tahun sebelumnya cakupan ambulans itu kurang bisa menangani atau memberikan pelayanan secara optimal terhadap tingkat kebutuhan saat itu. Baik itu kebutuhan untuk rujukan pasien maupun kondisi untuk permintaan alat-alat kesehatan. Begitu juga saat situasi memerlukan konsultasi dokter spesialis dalam penanganan pasien, apakah bisa dipertahankan dalam kloternya atau memang butuh penanganan lebih lanjut dengan dirujuk ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) atau rumah sakit di Arab Saudi (RSAS).
“Artinya Husada 99 itu sebetulnya bukan melulu mengenai bahwa ambulans itu akan digunakan untuk mengangkut jemaah langsung menuju ke RSAS atau menuju ke KKHI tetapi juga bisa melayani kebutuhan alat kesehatan atau perbekalan kesehatannya maupun konsultasi tentang tindak lanjut jemaah sakit,” kata dr.Janni.
Permintaan kepada Husada 99 bisa dilakukan oleh petugas kesehatan di wilayah Daker Makkah oleh tenaga kesehatan di level manapun, baik Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) di kloter, Tim Gerak Cepat (TGC) di sektor atau pos kesehatan bahkan bisa dilakukan juga oleh tenaga kesehatan di KKHI untuk melayani kebutuhan tiga hal tersebut; konsultasi dokter spesialis, perbekalan kesehatan dan ambulans. Saat ini periode permintaan tidak hanya dibatasi saat Armuzna, tetapi sudah sejak awal masa penyelenggaraan ibadah haji hingga akhir operasional haji.
Prosedur permintaan bantuan dari Husada 99 melalui nomor telepon lokal Arab Saudi yang sudah diinformasikan ke seluruh petugas kesehatan haji. Sistem akan mencatat embarkasi, nomor kloter, maktab, dan kebutuhannya. Kemudian petugas akan merespons dengan melihat skala prioritas. Untuk permintaan non emergensi, waktu respons ditentukan maksimal 10 menit, baik itu bisa dipenuhi atau tidak, akan tetap diinformasikan kembali kepada pemohon. Perlakuan ini berbeda untuk permintaan yang sifatnya emergensi atau ketika kondisi pasien kategori triase merah.
“Kecuali kalau memang itu ‘cito’ [segera] jadi itu kondisi dimana triase merah Saya pasti utamakan. Iya itu diprioritaskan,” terang Janni.
Untuk operasional Husada 99, terdapat petugas yang secara bergiliran berjaga selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan di lapangan. Meskipun secara jumlah personil tahun ini berkurang, namun tetap bisa melayani permintaan yang secara tingkat pemanfaatannya dari tahun ke tahun terus meningkat.
Ketersediaan sumber daya pendukung seperti ambulans, walaupun sudah diperkuat sebanyak 29 ambulans milik Kemenkes, ada saat-saat tertentu akan kekurangan. Untuk itu telah dibuat pola regionalisasi penggunaan ambulans yang dapat saling melengkapi kebutuhan ambulans di tiap sektor. Selain itu didukung juga oleh ambulans milik muassassah yang dapat setiap saat dimintakan bantuan tatkala dibutuhkan.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (AM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM.