Madinah, 29 Juli 2017
Oleh: Prawito
Unik, lucu dan keren, begitu mengetarkan menyapa dan berinteraksi dengan jemaah haji, tamu Allah itu. Ketika Kloter pertama dari Medan 1 dan Kloter ke dua Jakarta 1 tiba di Madinah, suasana haru bercampur, lelah, letih dan tentunya bahagia tampak dari wajah para orang tua kita. Maklum, tahun ini 60-70% jemaah haji umurnya di atas 60 tahun. Apalagi dengan membawa berbagai penyakit dalam tubuhnya, risiko tinggi (risti). Hanya sedikit, jemaah berumur di atas 60 tahun yang masih sehat, kuat dan mandiri melakukan perjalanan ibadah haji. Diantara yang sedikit itu, bernama Zahara. Nama itu tertera jelas dalam tas dokumen haji berwarna orange.
Zahara, jemaah haji asal Medan ini berumur 76 tahun, berangkat haji seorang diri. Sekalipun wajahnya sudah berkeriput, tapi memancarkan kebugaran di atas para orang tua seumurnya. Suaranya masih lantang, bahkan ketika ditanya tentang keluarganya, Ia bercerita panjang lebar, penuh semangat, tak menunjukkan tanda tanda kelelahan. Penglihatanya juga masih luar biasa, tak menggunakan kaca mata baca. Bahkan ketika mencari sesuatu dalam tasnya. Ia pun masih kuat ingatannya ada dimana barang itu berada.
Gelang yang ada ditangannya masih berwarna hijau, artinya Zahara nenek berumur di atas 60 tahun, tapi secara medis tidak terdapat sejumlah penyakit yang mengkhawirkan, boleh dibilang sehat. Warna hijau itu, karena umurnya sudah di atas 60 tahun. Apa rahasinya ? Zahara, sekalipun sudah berumur 76 tahun, selalu memandang hidup ini dengan optimisme, berpikir positif, tak ada yang sulit di dunia ini, jika Allah menghendaki.
“Hidup ini sudah ada jalannya sendiri, manusia hanya mengikuti jalan itu, maka ikuti saja, tak perlu repot membuat jalan sendiri. Apa yang kita mau, berusaha, terus berdoa. Jalani hidup ini dengan gembira, banyak bersyukur, mau apalagi”, kata Zahara dengan logat melayu.
Apa uniknya, begitu mendarat, jemaah langsung mencari toilet, haus minta minum, sakit kepala, sesak nafas, pusing, lemas, sakit perut, badan menggigil, mau muntah dan segala macam keluhan kesehatan. Dari semua keluhan itu, kemudian petugas tim promotif dan preventif mengoleskan kayu putih pada tubuh, leher, hidung dan memijat bagian punggung dan leher. Ada juga yang melakukan refleksi pada telapak kaki.
Untuk mereka yang kehausan, karena di Bandara Haji Muhammad Bin Abdulaziz tak tersedia air minum, bahkan tak ada konter pendagang minuman, maka botol minum TPP yang berisi 1 liter air putih itu, saya berikan untuk mereka bagi ber 5, rupanya sudah sangat kehausan.
Alhamdulillah, lumayan, kerongkongan ngak kering-kering banget, terima kasih ya pak, kata mereka. Kemudian saya menyemprotkan air ke 5 jemaah tersebut, matanya merem ya bu, kata saya sebelum menyemprotkan air ke wajahnya. Setelah mendapat semprotan air putih, “Segaaa…..ar..”, kata mereka.
Rupaya ke 5 ibu peserta jemaah haji tadi belum sempat mengisi botol spray ketika mendapat pembagian di Embargasi. Kemudian saya sebagai petugas Tim Promotif dan Preventif (TPP) mengajurkan untuk mengisi botol spray, sebagai persiapan perjalanan menuju pondokan dan kegiatan selama di Arab Saudi.
Apa lucunya, dari sekian ribu jemaah haji yang berdatangan silih berganti itu, ada juga yang baru saja duduk, langsung memanggil petugas TPP. Jemaah ini sudah tahu dengan warna jaket, rompi dan seragam putih, tertempel warna bendera merah putih. Ibu yang berumur 40 tahunan itu, berdiri, memanggil dengan tangan melambai isyarat memanggil saya. Segera saya mendatangi ibu tadi. Kemudian secara reflek, ibu tadi langsung menyodorkan hp merek tertentu, meminta menyambungkan dengan wifi bandara.
Setelah saya coba beberapa kali tak berhasil, karena semuan wifi yang ada harus menggunakan pasward, tidak ada yang gratis. Kemudian ibu asal Jakarta itu berkomentar, biasanya, kalau bandara luar negeri yang lain itu, seperti Incen, Hongkong dan entah nama bandara apalagi yang dia sebut, biasanya wifinya gratis.
Apa kerennya, sebelumnya pernah ada informasi bahwa jemaah haji asal DKI Jakarta kurang respon bila mendapat penyuluhan dari petugas TPP. Saya akan buktikan, betulkah itu ? Segera saja saya mendekat kelompok jemaah haji bapak bapak yang sedang asik ngobrol. Assalamualaikum wrwb, mereka menjawab salam saya datar, pertanda belum ada respon yang cukup untuk memperhatikan apa yang akan saya sampaikan, berarti benar apa yang dilaporkan teman tahun sebelumnya, kata saya dalam hati.
Setelah memperkenalkan diri dari tim TPP, kemudian saya bertanya, apakah bapak mendapat hadiah gelang warna-warni sewaktu di Embarkasi ? suasana mulai riuh, masing-masing membuka lengan baju dan menunjukkan gelangnya masing-masing. Gelangku warna hijau, gelangku warna kuning, gelangku kok warna merah, Eh, gelang kita sama warna merah juga dengan rasa bangga.
Setelah riuh dan pingin tahu, saya diam sejenak. Kemudian salah satu peserta bertanya, apa maksud warna-warni gelang ini pak ? Lalu saya balik bertanya, apakah bapak pingin tahu ? Mau….serempak jawab mereka keras, sampai menyedot perhatian kelompok lain yang ingin tahu ada apa kok rame.
Secara bertahap, saya jelaskan satu persatu. Bapak yang mendapat gelang warna merah, berarti harus kontrol ke dokter 2 hari sekali, gelang warna kuning, harus kontrol 3 hari sekali dan gelang warna hijau kontrol 5 hari sekali. Kemudian, ada jemaah yang tak dapat hadiah gelang bertanya, bagaimana yang tak dapat hadiah gelang pak…? Berarti, bapak harus mengontrol sendiri kesehatanya, tetap jaga kesehatan agar tetap sehat, jawab saya singkat.
Apakah bapak-bapak siap membantu saya untuk menyampaikan kepada peserta yang lain, pastinya saya tak mungkin menyampaikan kepada semua jemaah yang banyak ini. Siaaap…! jawab mereka kompak. “kami-kami ini ketua kelompok pak, pasti kami sampaikan”, tegas mereka. Keren kan…?
Lalu bagaimana dengan cerita tenaga musiman yang muda dan cantik-cantik yang dijanjikan sebelumnya ? tunggu dulu, jangan keburu nafsu pingin tahu. Sekarang mereka sedang belajar melakukan penyuluhan kesehatan kepada jemaah haji di Masjid Nabawi, bagaimana ceritanya, bersambung….