Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi (penyakit bengek) episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Asma termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik dan mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak di masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, dalam keterangannya kepada pers melalui surat elektronik, Selasa, 15 Mei 2012.
Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%, tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalensi Nasional Asma adalah 4,0%.
Disebutkan oleh Prof. Tjandra Yoga bahwa faktor pencetus atau pemicu serangan asma amat beragam, seperti polusi (tersering adalah asap rokok, tungau, debu rumah, kucing, jamur, parfum, asap kendaraan terutama diesel, jamur tepung sari, dan sebagainya), makanan dan minuman tertentu (coklat, es, kacang-kacangan, makanan laut, zat pengawet, MSG, telur dan obat-obatan tertentu golongan aspirin, B-bloker), serta perubahan cuaca. Faktor pencetus dapat juga dari diri sendiri, misalnya, infeksi virus, emosi, stress dan aktivitas yang berlebihan.
Prof. Tjandra Yoga menambahkan Program Pengendalian Asma tertuang dalam Kepmenkes No. 1023/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Asma. Untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan terhadap penyakit Asma di fasilitas pelayanan dasar pedoman tersebut telah disempurnakan dengan menambahkan beberapa standar kegiatan dalam program yang perlu dilakukan.
Program tersebut kata Prof. Tjandra adalah komunikasi, informasi dan edukasi, meliputi meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi masyarakat, merubah sikap dan perilaku dalam pengendalian asma serta meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pengendalian asma. Yang kedua, meningkatkan kerjasama aktif seluruh komponen masyarakat. Selanjutnya memberikan perlindungan dan menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang terpapar faktor risiko asma (penerapan hunian bebas rokok, kawasan tanpa rokok di Tempat-Tempat Umum (TTU), tempat perbelanjaan, tempat kerja, sarana pendidikan), dan upaya menurunkan polusi udara melalui program kesehatan lingkungan.
Prof. Tjandra Yoga melanjutkan, program penemuan kasus secara aktif dan pasif termasuk tatalaksananya, melalui revitalisasi Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan penyakit asma di fasilitas pelayanan dasar, serta program pengumpulan data Faktor Risiko dan Kasus, termasuk diseminasi informasi dan tindak lanjut, melalui kegiatan surveilans epidemiologi.
Disamping itu, telah dilakukan pengembangan program yaitu kegiatan Pengendalian Asma terintegrasi dengan Program Tb dan Pneumonia melalui Pendekatan Practical Approach To Lung Health (PAL) berdasarkan pendekatan sindrom dalam tatalaksana pasien gangguan saluran pernafasan. PAL baru diujicoba di 3 Propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat & Lampung) dan pengendalian Asma melalui pemberdayaan masyarakat (POSBINDU PTM) dengan cara wawancara dan deteksi dini dengan alat penunjang sederhana (peakflow meter) dan tindak lanjut dini melalui konseling dan merujuk ke Puskesmas, kata Prof. Tjandra Yoga.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id