Madinah, 2 Agustus 2017
Oleh: Prawito
Hari itu, subuh yang indah, imam masjid dekat Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah, anak muda, tinggi semampai, kurang lebih 180 meter, ganteng, berkulit putih, hidung mancung, kumis dan janggut tipis, pakaian jubah dan bersorban putih. Allahuakbar, takbiratul ikram terdengar, pertanda shalat subuh dimulai. Merdu sekali…., mirip suara para imam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, jujur, saya lebih nendang suara imam muda ini.
Setelah baca alfatehah, dilanjut baca surat Al Mulk, atau tabarok, begitu sebagian menyebutnya. Suara dan penghayat ayat mengetarkan jiwa, dada terasa sesak, ketika sampai pada ayat,
Allazii kholaqol-mauta wal-hayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amalaa, wa huwal-‘aziizul-ghofuur
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,” (QS. Al-Mulk 67: Ayat 2)
Langsung jantungku berdegub, air mata meleleh dipipi, teringat jemaah haji Indonesia, ketika tiba-tiba terkelulai di lantai halaman masjid Nabawi, langsung meninggal, dalam perjalananya dari pondokan menuju masjid, innalillahi wainnaillahi rojiun…
Ia sedang berjalan menuju rumahMu, tempat yang paling baik di muka bumi ini, disinilah engkau panggil saudaraku itu. Semoga husnul khotimah….saudaraku. Allahummafirlahu warhamhu wa’afihiwa’fuanhu.. semoga Allah mengampunimu dan menerima amal ibadahmu. Ia menggenapi 10 jemaah haji pertama yang meninggal dunia di tanah suci, Allahuakbar….
Sambil mendengar ayat ayat merdu itu, aku merenung seperti apa diriku Engkau panggil kelak Ya..Allah. Apakah sedang melangkah menuju rumahMu atau sebaliknya. Sedang mengingatMu atau lainya, sedang menyebut namaMu atau nama lainya, sedang bekerja untukMu atau untuk lainya, sedang taat kepadaMu atau bermaksiat dan seterusnya….
Ayat yang merdu dari seorang imam muda dan kematian saudara kita adalah pelajaran, maukah kita belajar. Ya,…belajar dari peristiwa dan Allah suguhkan berjuta peristiwa dihadapan kita, sekali lagi mampukah kita mengambil pelajaran..? Semoga…!
Menjadi pelayan jemaah haji, orang tua, pimpinan, staf dan apapun profesi kita, musti belajar, terus belajar dan belajar dari banyak peristiwa, baik peristiwa diri sendiri atau orang lain. Siapa yang mampu mengabil pelajaran, maka merekalah yang akan pandai. Ya…., Ia menjadi manusia pandai. Pandai bersyukur dan bersabar menjalani hidup. Tahu kemana akan melangkah, kapan akan berakhir, kepada siapa Ia akan mempertanggung jawabkannya.
Sudah begitu banyak peringatan yang mengampiri kita, mulai dari penglihatan, pendengaran, perasaaan, hati dan akal kita, lengkap…! Apakah kita sudah merasa ada peringatan itu ? Orang meninggal setiap saat kita lihat, suara azan berkumamdang kita dengar, demikian juga tausiyah, ceramah dan beragai ajakan kebaikan. Tak terkecuali contoh nyata dari orang durhaka, seperti Fir’aun, Namrud, Sa’labah, kaum Ad, Samud, yang telah diazab Allah SWT, mampukah kita mengambil pelajaran ?
Demikian juga contoh nyata dari orang sholeh, seperti Nabi Muhammad, Nabi Ibrahim, Siti Hajjar, Nabi Ismail dan para orang sholeh lainnya. Terlalu banyak orang sholeh di sekitar kita. Ia bukan pejabat, bukan pula konglomerat. Boleh jadi Ia hanya orang-orang dhuafa seperti Bilal Bin Rabbah, Ammar Bin Yasir, yang selalu dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.
Tapi, ada juga sedikit orang terpandang, tokoh dan mungkin konglomerat yang istiqomah meniti jalan kebaikan, jalan keselamatan, sekalipun mungkin banyak yang tak menyukainya. Tapi Ia tetap memilih jalan itu. Jalan pilihanya bukan untuk popularitas, puja puji, basa basi dan berbagai atribut bergengsi, seperti keluarga Ibrahim AS dan Ismail AS. Yang ritual dan filosofi hajinya sedang di jalani jemaah haji tahun ini, semoga kita dapat mengambil pelajaran. Amin.
Jemaah haji dengan susah payah kumpulkan harta, siapkan waktu dan tenaga, walau terkadang semua tinggal sisa. Harta sisa, waktu sisa, tenaga sisa. Sehingga ketika sampai tanah suci Ia menjalani ibadah dengan serba sisa. Uang real dikantung tak seberapa, waktu di ujung usia, tenaga juga sudah hanya yang tersisa. Mata tak kuasa melihat dengan jelas pintu ka’bah, apalagi hajar aswad, semua hanya banyangan, karena mata tertutup katarak dan penyakit lainya.
Kaki, tak kuasa menahan tubuh untuk melangkah, walau semangat tetap membara. Jantung dan paru-paru sudah saling melengkapi ketersisaan usia, itulah karunia Allah yang tersisa di ujung usia. Karena 67,70 % jemaah haji Indonesia berusia lanjut dan risiko tinggi (Risti). Manusia tak kuasa memaksa, Ia hanya mampu pasrah, tawakal, setelah usaha dan doa. Kalau toh Engkau harus memanggilnya, karena ajal telah tiba, kami berdoa, semoga semua husnul khotimah. Amin. Pertanyaanya, mampukah kita mengambil pelajaran, semoga..!