9 Zulhijah 1438 H,
oleh: Prawito
Alhamdulillah, itulah kalimat yang terucap pertama kali bangun, 9 zulhijah hari Arafah, di tanah arafah. Badan terasa segar, sekalipun telat tidur dan pastinya kurang istirahat. Saya merenungi heroisme pelayanan kesehatan jemaah haji tadi malam. Semua kejadian itu masih terekam jelas dalam ingatan, yang akan saya ceritakan berikutnya.
Saya akan sampaikan puji syukur kepada Allah, setelah kejadian tumbangnya banyak jemaah haji karena kelelahan, sengatan panas dan heat stroke, tak terkecuali tenaga kesehatan, termasuk dokter, juga mengalami pengaruh sengatan panas.
Mereka adalah dr. Winansih, Sukri Ahmad (perawat) Sifa ( tim pendukung kesehatan) teman seperjuangan pos kesehatan 4 arafah, ikut tumbang. Mereka para korlap yang harus mendapat perawatan dengan infus beberapa jam untuk pemulihan.
Sebelum jarum infus menusuk tubuhnya, sudah saya bujuk untuk minum banyak banyak, sambil saya sodorkan 3-4 botol mineral, tapi tak semuanya masuk, tak sanggup mas, perutku kembung, bahkan mau muntah, kata dr Win.
Beberapa jam kemudian, dr. Win minta dicopot infusnya, badan sudah terasa lebih segar, katanya. Baru saja infus terlepas dari tangan dr.Win, terdengar suara keras “gubrak”persis belakang saya, begitu menoleh sifa terduduk bersandar tiang pintu pos. “Gelap, gelap,gelap”, katanya.
Langsung saya bertiga memapah Sifa ketempat tidur, kemudian dr.Win langsung tensi, kasih minum dan pasang infus untuk Sifa, persis perawat Eli menginfus dirinya. Begitulah suasana tolong menolong untuk saling menguatkan, mengingatkan dalam pelayanan.
Terakhir Sukri, setelah subuh temperatur tubuhnya meningkat tajam dan demam, air minum sudah tak sanggup masuk lagi, mual dan mau muntah, akhirnya jarum infus masuk, sebagai upaya pemulihan. Semoga ini kejadian terakhir tumbangnya tenaga kesehatan di pos 4, doa saya dalam hati.
Sifa, salah satu tim penghubung. Ia mampu berbahasa arab dengan baik, sehingga bisa menghubungkan yang terputus dengan muasasah. Mulai penambahan kipas, air mineral, es batu, lampu mati, makan malam, air panas dll, Sifa jagonya, termasuk mengerjakan rekamedis manual.
Ketika Sifa tumbang, pekerjaanya di hadle yang lain, termasuk menjadi penghubung. Saya mencoba ketemu petugas karena mineral habis. Karena ngak ngerti bahasa arab, petugas itu saya panggil ahmad, ahmad, ahmad…. Kemudian Ia datang, saya katakan moya habis, sambil saya tunjukan botol mineral kosong. Kemudian Dia segera ambil moya 2 krat berisi 40 botol dan batu es. Begitulah, kalau darurat bahasa tarsan pun jadi, yang penting maksud tersampaikan…!
Suasana saling mengingatkan, membantu dan berempati dalam melayani sangat terasa, sehingga seperti sebuah bangunan yang kokoh dalam pelayanan, Masya Allah, Tabarakallah…
Aku pingin kopi, kata dr. Al Ghazali, langsung dr.Win yang lebih tua membuatkan. Ia pergi ke dapur mencari air panas. Begitu juga urusan makanan, semua saling memberi, ya…memberi. semua berlomba untuk memberi apa yang bisa diberikan untuk sesama petugas dan jemaah..
Perenungan itu akhirnya berujung pada suatu titik, mungkin ini episode dari penggalan cerita hidup saya yang tak akan pernah terulang, baik waktu, tempat, pemeran utama, pemeran pembantu dan alur cerita.
Tentu akan sangat bijak, bila dalam heroisme cerita, kita dapat mengambil peran yang memberi manfaat untuk orang banyak, sekecil apapun peran itu. Karena peran kebaikan itu akan menjadi kenangan manis dalam cerita hidup yang akan terbawa ke tanah air, bahkan terbawa hingga akhirat.
Cerita harus berhenti disini dulu, karena kesempatan menulisnya pun ini sambil berdiri antrian toilet, kebelet buang air kecil. Dari belakang ada ibu ibu teriak, ngak tahan….sambil meringis, pegang perut, terlihat lebih kebelet dari saya. Silahkan bu duluan,…kata saya, walaupun ini bukan toilet wanita. Ternyata kaum pria lebih mampu memberi dari wanita, kata ibu itu.
Alhamdulillah, terima kasih pak, ternyata bapak bapak lebih perhatian dari toilet wanita, sama sekali mereka ngak peduli. Bersambung….