11 Zulhijah
oleh: Prawito
Seorang askar Arab atau polisi Arab terus tak henti hentinya, mengibaskan sepotong kardus kepada jemaah haji yang lewat disampingnya. Senyumnya terus merekah setiap jemaah haji lewat. Ia berusaha untuk terus memberi, walau hanya dengan seuntai senyum dan sapuan angin yang juga belum tentu sampai. Itulah yang ia kerjakan sepanjang piket di jalur terowongan mina. Untuk apa ya…Ia lakukan..?
Banyak askar yang berdiri dan duduk, membisu, terkadang tampak curiga, melihat kanan kiri, itu sebenarnya sudah cukup, syah untuk sebuah pekerjaan mendapat gaji, halal. Tapi askar ini melakukan hal yang berbeda dengan askar lain, walau hanya dengan sepotong kardus.
Untuk apa ya…pertanyaan di atas saya ulang lagi. Apakah askar lain tak menemukan kardus yang sama dengan askar ini ? Ada banyak kardus bertebaran disepanjang terowongan menuju jamarat, tapi yang lain tak melakukanya.
Untuk apa ya…pertanyaan saya ulang lagi. Apakah askar lain tak mampu mengibaskan kardus, kalau di timbang berat kardus itu hanya beberapa gram saja. Terlalu beratkah kardus itu untuk seorang askar yang tinggi besar dan kekar untuk mengibaskan ke arah jemaah ?
Mungkin, askar lain terlalu repot untuk sebuah kibasan kardus. Lagi pula untuk apa, toh terowongan sudah ada fasilitas kipas angin besar yang selalu hidup, mengapa harus repot repot dengan kardus, apalagi tak menambah insentif atau bonus ?
Mungkin, askar lain juga akan mengatakan, kibasan kardus kan tidak ada dalam standar operasinal prosedur, nanti salah lagi, melanggar SOP, kerjakan saja sesuai dengan standar yang ada, “disiplin”, begitu bisik dalam hatinya.
Mungkin, askar lain juga akan berfikir, itu hanya kegiatan iseng, main main saja, dari pada ngak ada yang dikerjakan, selain melihat dan memantau jemaah haji yang berlalu lalang di terowongan.
Mungkin askar pengibas kardus ini berpikir, apalagi ya, yang bisa saya perbuat, selain hanya menjadi penjaga yang berdiri dan duduk, sehingga lebih memberi manfaat orang lain, tanpa mengurangi tugas pokok sebagai pengamanan ? Ketemulah kardus.
Kardus, barang tak berguna yang sudah menjadi sampah, segera masuk kantong plastik petugas kebersihan yang juga berjaga disepanjang terowongan. Tapi kardus itu mampir dulu ketangan askar ini menjadi kipas untuk jemaah haji.
Sepotong kardus, ditangan askar ini menjadi manfaat, ratusan, bahkan ribuan jemaah haji tersenyum, berterima kasih. Walau kibasan anginnya tak menyentuh tubuhnya. Tapi gerakan tangan mengibaskan kardus dan senyuman itu, melebihi sapuan agin AC berklualitas tinggi bagi jemaah haji.
Banyangkan, kalau yang ditangan askar itu harta, jabatan, seperti apa manfaat yang akan diterima oleh jemaah haji ? Saya pun menjadi tertarik, berhenti sejenak mengambil gambar, berulang-ulang.
Setalah itu, saya tertegun dalam perjalanan padat di lorong jamarat itu. Lalu bagaimana denganku ? Adakah kardus kardus lain yang menyertai dalam urusan tugas kesehatan haji ini ? Apakah sudah mengeluh capek dan repot, dll, sehingga tak perlu dengan kardus seperti si askar itu ?
Saya yakin, apa yang dilakukan askar itu bukan untuk dirinya, pekerjaanya, apalagi puja puji pimpinan dan atasanya, atau sekedar ucapan terima kasih dari jemaah haji. TIDAK. Tapi Ia melakukan itu hanya untuk RobbNya.
Banyak pertanyaan untuk diri sendiri. Ya…Allah, Engkau Maha Tahu, setiap detik, detak jantung ini. Untuk apa waktu, harta, tenaga, pikiran dan kesempatan yang Engkau berikan. Beri kami kemampuan dan kesempatan memberdayakan diri untuk memberi sesama, walau hanya dengan sepotong kardus seperti askar itu. Bersambung…