Secara klinis ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut. Infeksi bisa terjadi pada saluran pernapasan atas maupun bawah.
Polusi udara di beberapa kota di Indonesia telah mengkhawatirkan masyarakat karena dampaknya terhadap kesehatan yang mungkin timbul. Kualitas udara yang buruk menjadi salah satu faktor risiko seseorang mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Namun, masih banyak orang yang masih salah dengan pengertian penyakit saluran pernapasan tersebut.
“ISPA ini sering disalahartikan menjadi infeksi saluran pernapasan atas. Akan tetapi secara klinis ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut. Jadi, akut itu ada di atas, ada di bawah,” kata dokter spesialis paru dari Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) Kementerian Kesehatan, dr. Sri Mulyani, Sp. P., ketika ditemui Mediakom pada Selasa, 5 Desember lalu.
Menurut Sri, saluran pernapasan atas itu dimulai dari hidung sampai kerongkongan, sementara saluran napas bawah mulai dari laring trakea hingga bronkus. ISPA kerap disebut sebagai infeksi saluran pernapasan atas karena seringnya kondisi ini dialami masyarakat, seperti sakit batuk atau pilek. Sementara untuk penyakit yang muncul pada saluran pernapasan bawah istilah yang kerap digunakan adalah pneumonia (radang paru), yang umumnya timbul karena adanya virus, bakteri, patogen, atau mikroorganisme yang menyerang bagian alveoli di dalam paru-paru.
Sri menambahkan, istilah “akut” tidak hanya disematkan pada penyakit ISPA, tapi juga digunakan pada berbagai penyakit lain. Apabila lebih dari 14 hari, maka penyakit tersebut tidak disebut lagi sebagai akut, tapi menjadi kronik. “Jadi, semua penyakit dikatakan akut itu kurang dari 14 hari. Kalau lebih dari 14 hari, itu dikatakan kronik. Tapi, ISPA itu bisa lebih dari 14 hari kalau ada komorbid yang lain,” ujarnya.
Sri mengatakan, berdasarkan program pemberantasan penyakit, ISPA dibagi ke dalam dua golongan yaitu pneumonia dan bukan pneumonia. Untuk pneumonia dibagi atas derajat berat atau ringannya penyakit tersebut, yakni pneumonia berat dan tidak berat. Sementara itu, berdasarkan aspek klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia komunitas (CAP); hospital acquired pneumonia (HAP); healthcare-associated pneumonia (HCAP), yakni apabila pasien dirawat lebih dari 48 jam; dan ventilator associated pneumonia (VAP), infeksi yang terjadi setelah 48 jam pemakaian ventilator.
Sri menyebutkan dua cara yang menyebabkan seseorang terserang ISPA dan hal tersebut bisa terjadi baik karena ada kontak langsung maupun tidak langsung. Pertama, melalui hand to hand transmission, ketika seseorang tercemar virus atau bakteri yang menyebabkan penyakit ISPA melalui perantara benda-benda. Kedua, melalui udara yang tercemar (air borne disease) yang berasal dari penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit melalui sekresi saliva atau sputum kemudian terbawa di udara dan dihirup oleh orang yang ada di sekitar.
Sri menjelaskan, saluran pernapasan manusia memiliki cara kerja tersendiri untuk mengantisipasi kuman jahat yang menginfeksi tubuh. Mulai dari hidung sampai bronkus ada lapisan yang disebut membran mukosa yang memiliki silia (rambut kecil yang berfungsi untuk mengeluarkan zat asing seperti debu) sehingga udara yang masuk melalui rongga hidung akan disaring, dihangatkan, dan dilembutkan. Dengan demikian, partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sementara partikel debu yang halus akan terjerat dalam membran mukosa dan kemudian gerakan silia mendorong membran mukosa ke postenar hingga ke rongga hidung. Begitulah alur organ pernapasan mengamankan tubuh dari berbagai serangan partikel asing.
Namun, ketika berada di daerah yang mengalami pencemaran udara atau lingkungan, maka polusinya akan menimbulkan dampak terhadap pernapasan, yang dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat dan kaku atau bahkan berhenti. Akibatnya, silia tidak dapat membersihkan saluran pernapasan karena mengalami iritasi akibat bahan-bahan pencemar. Selain itu, produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan rusaknya sel-sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan. “Dua hal itu menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan. Hal ini akan memunculkan infeksi saluran pernapasan,” tutur Sri.
Penderita ISPA, kata Sri, memiliki beberapa gejala yang dapat dikenali, seperti batuk, bersin, pilek, hidung tersumbat, nyeri tenggorokan, sesak napas, demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Apabila yang terserang adalah saluran pernapasan bawah, selain mengalami gejala tadi, ia juga mengalami sakit pada area dada pada saat batuk, muncul kebingungan bagi orang usia di atas 65 tahun, batuk berdahak, pusing, demam, berkeringat, menggigil, mual, muntah, dan diare yang biasanya berlangsung lebih lama.
Meski demikian, Sri mengingatkan bahwa pada beberapa kasus anak-anak dan lansia bisa menunjukkan gejala yang berbeda-beda. Pneumonia untuk anak usia di bawah 5 tahun, memiliki ciri: napas tersengal-sengal atau mengi, timbulnya suara melengking saat bernapas. Sementara pada bayi yang terserang Pneumonia kadang-kadang akan mengalami muntah-muntah, lemas, kesulitan untuk makan dan minum atau bahkan tidak menunjukkan gejala apapun.
Sementara itu, menurut dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Dr. dr. Heidy Agustin Sp. P. (K.), ada beberapa gejala klinis yang dapat dikenali dari seseorang yang terkena ISPA. Ciri-ciri yang bisa dijadikan gambaran biasanya demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 derajat Celcius, batuk dengan dahak mukoid atau purulen yang kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada. Pada orang yang mengalami gejala-gejala tersebut disarankan untuk segera beristirahat.
“Istirahat yang cukup, gunakan masker untuk mencegah penularan, konsumsi obat-obatan simtomatis dan multivitamin. Bila tiga hari tidak membaik atau kondisinya memburuk, disarankan untuk konsultasi dengan dokter,” ujar Heidy.
Penulis: Redaksi Mediakom