Infeksi saluran pernapasan akut dapat menyebabkan kematian. Bagaimana mencegah supaya infeksi tidak terjadi?
Global Burden of Diseases 2019, laporan yang dirilis Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), menggambarkan tren kesehatan global. Laporan yang disusun lembaga yang didanai Bill & Melinda Gates Foundation dan Negara Bagian Washington, Amerika Serikat ini menyebutkan lima penyakit pernapasan yang berhubungan dengan penyebab kematian tertinggi di dunia, yaitu penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sebanyak 209 kasus per 100 ribu penduduk, kanker paru 29 kasus per 100 ribu penduduk, pneumonia 6.300 per 100 ribu penduduk, dan asma 477 per 100 ribu penduduk. Sementara untuk di Indonesia kejadian tertinggi adalah pneumonia sebesar 5.900 kasus per 100 ribu penduduk, asma 504 kasus per 100 ribu penduduk, PPOK 145 kasus per 100 ribu penduduk, dan kanker paru 18 kasus per 100 ribu penduduk. Selain itu, lima jenis penyakit pernapasan yang menjadi faktor risiko penyebab kematian di Indonesia adalah PPOK, kanker paru, pneumonia, dan asma yang termasuk dalam 15 penyakit dengan kasus tertinggi di Indonesia.
Menurut dr. Sri Mulyani, Sp. P., dokter spesialis paru dari Unit Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, salah satu penyakit pernapasan yang sering dialami masyarakat adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Ada dua jenis ISPA, yakni untuk saluran pernapasan atas dan bawah atau sering disebut sebagai pneumonia. Pneumonia, kata Sri, merupakan peradangan akut pada paru-paru yang disebabkan oleh patogen seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Pneumonia merupakan salah satu masalah utama kesehatan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada populasi umum tingkat kematian yang dilaporkan mencapai 7,6 persen pada pasien pneumonia yang dirawat inap.
“Kasus kematian pneumonia lebih banyak pada anak, di mana pada tahun 2017 pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima tahun di Indonesia, yaitu mencapai 15 persen dari seluruh kematian anak,” kata Sri kepada Mediakom pada Selasa, 5 Desember lalu.
Sri menuturkan, penyakit saluran pernapasan termasuk berbahaya karena dapat mengancam keselamatan penderitanya hingga berujung pada kematian. Untuk itu, dia menyarankan jika ada gejala-gejala serius, maka pasien harus segera dibawa ke rumah sakit. Namun, lanjut Sri, penyakit ISPA dapat dicegah sehingga masyarakat diminta lebih mengedepankan upaya preventif.
Sri Mulyani menyarankan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terinfeksi ISPA, yakni sering mencuci tangan dengan bersih, terutama setelah beraktivitas di tempat umum; meminimalkan sentuhan tangan ke bagian wajah, terutama pada mulut dan hidung; dan tetap membiasakan memakai masker. Orang juga perlu menggunakan sapu tangan atau tisu untuk menutup mulut ketika batuk atau bersin agar penyakit tidak menyebar ke orang lain.
Sri juga merekomendasikan agar orang memperbanyak konsumsi makanan yang sehat dan bergizi yang kaya vitamin, terutama vitamin C, untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Orang juga perlu menghentikan kebiasaan merokok dan melakukan olahraga rutin tiga-lima kali dalam seminggu minimal 30 menit.
Orang, kata Sri, juga perlu istirahat yang cukup dan menyediakan ventilasi udara yang baik di rumah. Kaum ibu, kata dia, perlu memberikan air susu ibu eksklusif kepada bayinya dan menimbang bayi bawah lima tahun setiap bulan serta memberikan vaksinasi di fasilitas kesehatan, seperti vaksin MMR, influenza, pneumonia (PCV), dan COVID-19.
Sri menyatakan, jika seseorang mengalami ISPA di bagian saluran pernapasan atas, biasanya gejalanya adalah batuk dan flu. Kondisi ini, kata dia, jika penyebabnya adalah virus, maka dapat sembuh sendiri tanpa perlu mengonsumsi obat asalkan setelah ada gejala langsung istirahat yang cukup dan benar. Namun, jika tidak istirahat, bisa jadi virusnya akan terus berkembang sehingga diperlukan obat untuk mengatasinya.
“Pada penderita infeksi saluran pernapasan akut bagian atas itu biasanya bisa berlangsung sampai dua minggu dan biasanya dia bisa membaik pada minggu kedua kalau ISPA penyebabnya virus,” kata Sri. “Karena kita harus bekerja, otomatis tidak sempat istirahat, makanya harus minum obat. Kalau lebih lama, maka virus akan ditunggangi oleh bakteri. Dengan masuknya bakteri dia bisa berkembang biak karena ada media yang bagus.”
Sementara itu, dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Dr. dr. Heidy Agustin, Sp. P. (K.), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika seseorang mengalami gejala ISPA. Jika pasien tersebut harus menjalani rawat jalan, maka selain harus istirahat yang cukup, ia juga disarankan untuk memperbanyak minum air putih. Apabila suhu tubuh tinggi, dia disarankan untuk dikompres dan meminum obat penurun panas. Apabila sudah beberapa hari gejala yang dirasakan tidak kunjung membaik, maka ia disarankan untuk segera datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Menurut Sri, seorang penderita ISPA akan disarankan untuk menjalani rawat inap apabila hasil observasi dokter menunjukan perlunya beberapa tindakan, seperti membutuhkan antibiotik parenteral, oksigenasi, dukungan nutrisi dengan atau pemberian cairan intravena, prosedur invasif, pemantauan ketat, dan kemungkinan penyakit menjadi lebih berat.
Adapun kelompok yang rentan terinfeksi ISPA, kata Sri, ada empat golongan, yakni anak-anak, karena sistem imunitas tubuhnya dan orang tua, yang justru mulai terjadi penurunan imunitas dalam tubuhnya. Ada pula orang yang memiliki penyakit komorbid seperti diabetes, hipertensi, dan kanker yang bisa terpicu ketika ada faktor risiko karena kondisi imunitasnya juga cenderung lebih lemah dibandingkan orang normal. Kelompok yang rentan berikutnya adalah para perokok yang setiap hari merokok sehingga akan merusak silia di saluran pernapasan, sementara untuk menggantikan silia tersebut tidak bisa.
“Merokok dalam jangka panjang juga bisa menimbulkan karsinogenik. Jangka pendeknya ISPA bagian atas atau pneumonia. Dan, itu bisa terjadi berulang-ulang dalam satu tahun dan kemudian berulang kembali tahun-tahun berikutnya sehingga lama-lama bumper pertahanan paru-parunya rusak juga,” ujar Sri.
Penulis: Redaksi Mediakom