WHO dan berbagai negara di dunia terus berupaya untuk menghilangkan penyakit kanker serviks. Indonesia mengumumkan Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kanker Serviks.
Dunia merayakan hari aksi pemberantasan kanker serviks pada Jumat, 17 November 2023. Peringatan tahunan yang diprakarsai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini menandai pertama kalinya negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi resolusi untuk menghilangkan penyakit tidak menular tersebut dan memperingatinya setiap tahun sejak 2020 untuk menjadi mercusuar harapan, kemajuan, dan komitmen baru dari negara-negara di seluruh dunia.
“Dalam tiga tahun terakhir, kita telah menyaksikan kemajuan yang signifikan, namun perempuan di negara-negara miskin dan perempuan miskin dan terpinggirkan di negara-negara kaya masih banyak menderita kanker serviks,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, dalam siaran pers WHO pada 17 November 2023. “Dengan peningkatan strategi untuk meningkatkan akses terhadap vaksinasi, skrining dan pengobatan, komitmen politik dan keuangan yang kuat dari negara, serta peningkatan dukungan dari mitra, kami dapat mewujudkan visi kami untuk menghilangkan kanker serviks.”
Kanker serviks adalah berkembangnya sel-sel abnormal di dalam serviks (leher rahim). Menurut WHO, secara global, kanker serviks merupakan kanker keempat yang paling umum terjadi pada perempuan, dengan 604 ribu kasus baru pada tahun 2020. Sekitar 90 persen dari 342.000 kematian akibat kanker serviks terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tingkat kejadian dan kematian akibat kanker serviks tertinggi terjadi di Afrika Sub-Sahara, Amerika Tengah, dan Asia Tenggara.
WHO juga mencatat bahwa masalah kanker serviks ini berkaitan dengan akses terhadap layanan vaksinasi, skrining, pengobatan, faktor risiko termasuk prevalensi HIV, dan faktor penentu sosial dan ekonomi seperti jenis kelamin, bias gender, dan kemiskinan. Perempuan yang hidup dengan HIV, menurut WHO, mempunyai kemungkinan enam kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan populasi umum dan diperkirakan 5 persen dari seluruh kasus kanker serviks disebabkan oleh HIV.
Kanker serviks berhubungan dengan virus papiloma manusia (HPV), infeksi menular seksual umum yang dapat menyerang kulit, area genital, dan tenggorokan. Menurut WHO, infeksi HPV yang persisten pada leher rahim, jika tidak diobati, akan menyebabkan 95 persen kanker serviks. Biasanya, diperlukan waktu 15–20 tahun bagi sel abnormal untuk berubah menjadi kanker, namun pada perempuan dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti HIV yang tidak diobati, proses ini bisa lebih cepat dan memakan waktu 5–10 tahun. Faktor risiko perkembangan kanker ini, kata WHO, termasuk tingkat ekogenisitas (gen yang bermutasi) tipe HPV, kekebalan tubuh, adanya infeksi menular seksual lainnya, jumlah kelahiran, usia kehamilan pertama yang masih muda, penggunaan kontrasepsi hormonal, dan merokok.
Dalam catatan WHO, sejumlah negara dan komunitas telah mengumumkan komitmennya dan mengembangkan strategi untuk mengeliminasi kanker serviks. Australia, misalnya, menjadi negara pertama yang menargetkan untuk menghapus kanker serviks dalam 10 tahun ke depan. Di Benin, negara di Afrika Barat, Ibu Negara Claudine Talon memimpin kampanye skrining HPV. Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo dan organisasi perempuan di sana menggelar pawai pertama yang menyerukan eliminasi kanker serviks di Kinshasa, ibu kota negeri itu.
Kementerian Kesehatan Indonesia mengumumkan Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kanker Serviks yang menargetkan 90 persen anak perempuan usia 15 tahun mendapatkan imunisasi HPV hingga 2027 dan untuk anak laki laki selama 2028-2030. Selain itu, skrining akan dilakukan terhadap 75 persen perempuan berusia 30-69 tahun dengan tes DNA HPV dan mengobati 90 persen perempuan dengan lesi pra-kanker dan kanker invasif pada tahun 2030. Dengan skenario ini, diharapkan 1,2 juta jiwa akan terselamatkan dari kanker serviks pada tahun 2070.
Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, kanker serviks menimbulkan dampak signifikan terhadap perempuan dan keluarga mereka di Indonesia dengan lebih dari 103 juta perempuan berusia 15 tahun ke atas berisiko terkena penyakit ini. Sekitar 36 ribu perempuan terdiagnosis penyakit ini setiap tahun dan sekitar 70 persen di antaranya berada pada stadium lanjut sehingga angka kematian akibat kanker serviks tergolong tinggi, dengan sekitar 21 ribu kematian pada tahun 2020.
“Kita harus bekerja sama dalam perjuangan memerangi kanker serviks. Bersama-sama, kita dapat melengkapi perempuan dengan alat yang mereka butuhkan untuk menangkal penyakit yang merusak ini. Kolaborasi dan tekad kita akan membuat kanker serviks dapat dicegah, tidak mahal, dan dapat diatasi oleh setiap perempuan,” kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, sebagaimana dirilis Sehat Negeriku, pada 16 November 2023.
Penulis: Redaksi Mediakom