Kementerian Kesehatan menerbitkan kebijakan untuk skrining awal diabetes dan bahkan prediabetes. Agar pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Peraturan tersebut mewajibkan setiap badan usaha untuk mencantumkan kandungan gula dalam bentuk label gizi makanan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan konsumen mengetahui kandungan gula dalam suatu makanan atau minuman, mengingat zat yang berasa manis ini merupakan salah satu faktor pemicu seseorang dapat terkena penyakit diabetes. Dengan membaca nilai gizi yang tercantum masyarakat diharapkan tidak mengonsumsinya secara berlebihan.
Meskipun demikian, menurut International Diabetes Federation (IDF), organisasi payung 230 lebih perhimpunan diabetes di berbagai negara, jumlah penduduk Indonesia yang mengalami diabetes mencapai 19,5 juta jiwa pada tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 28,6 juta jiwa pada 2045. Hal ini membuat Kementerian Kesehatan menerbitkan kebijakan untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus penderita diabetes di Indonesia melalui program skrining penyakit tidak menular (PTM).
“Skrining sangat penting dilakukan untuk menemukan diabetes secara dini bagi masyarakat yang berisiko menderita diabetes melitus (DM) sehingga hal itu dapat dicegah dan diberikan edukasi perubahan gaya hidup dan diharapkan dapat normal kembali,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Dr. Eva Susanti, S. Kp., M. Kes., kepada Mediakom pada Kamis, 14 Desember lalu.
Kegiatan deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular dilakukan di pos pembinaan terpadu (posbindu), pos pelayanan terpadu (posyandu), maupun pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Adapun pemeriksaan kesehatan yang dilakukan meliputi pengukuran indeks masa tubuh yang meliputi tinggi badan, berat badan, dan lingkar perut. Kegiatan lain adalah pengukuran tekanan darah atau tensi darah dan tes gula darah. Program ini, kata Eva, menyasar masyarakat usia 15 tahun ke atas, baik orang sehat maupun orang sakit atau yang memiliki faktor risiko.
Eva mengatakan bahwa tahun ini kelompok yang menjadi sasaran skrining ditargetkan dapat mencapai 70 persen, namun hingga bulan Desember baru terealisasi 30 persen dari target yang ditetapkan. Hal ini terjadi, menurut dia, karena belum seluruh masyarakat mengetahui tentang program ini, padahal diharapkan minimal satu kali dalam setahun masyarakat dapat mengikuti program ini sehingga bisa tahu apakah ada atau tidak faktor risiko penyakit tidak menular pada dirinya.
“Ketika kita melakukan deteksi secara dini, maka masalahnya akan lebih mudah karena dia belum berat, kemudian kita akan melakukan upaya tata laksananya lebih baik karena dia belum berat. Jika kondisinya masih ringan saja, maka dengan diberikan intervensi masalahnya akan selesai,” tutur Eva.
Eva menambahkan, dengan melakukan skrining atau deteksi dini, selain lebih mudah dalam proses pengobatannya, hal itu juga akan menekan biaya kesehatan. Jika seseorang sudah terdeteksi diabetes sejak awal, maka langkah selanjutnya adalah menjaga agar gula darah dalam tubuhnya terkontrol sehingga dapat hidup dengan normal. Namun, apabila penyakitnya baru diketahui ketika sudah parah, hal itu bisa menyebabkan penderita mengalami stroke, penyakit kardivoaskular, ataupun masalah pada ginjal.
Lebih lanjut Eva mengatakan bahwa, selain program skrining yang sudah berjalan selama ini, Kementerian Kesehatan juga berencana untuk melakukan skrining prediabetes. Program ini diharapkan dapat mencegah seseorang terkena diabetes.
“Sekarang kita mau bergerak di prediabetes, jadi sebelum sampai diabetes sudah kita tata laksana jangan sampai dia terkena diabetes. Untuk pemeriksaan prediabetes itu ada pemeriksaan gula darah setelah puasa dan dua jam setelah puasa,” kata Eva. “Kalau dia puasa dulu, kadar gula darah 100 sampai 126 itu sudah masuk prediabetes, jadi harus diintervensi. Kalau lebih dari 126, berarti sudah diabetes.”
Menurut Eva, jika seseorang sudah menderita diabetes, maka ia tidak dapat disembuhkan namun masih bisa dikendalikan dengan intervensi gaya hidup, yaitu dengan membiasakan perilaku hidup sehat, melakukan kontrol rutin, dan meminum obat sesuai anjuran dokter. Masyarakat juga dianjurkan menerapkan slogan PATUH agar dapat terhindar dari diabetes, yakni periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter; atasi penyakit dengan pengobatan yang benar dan teratur; tetap diet dengan gizi seimbang; upayakan aktivitas fisik dengan aman; serta hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya, termasuk tidak mengkonsumsi gula, garam, dan lemak berlebihan.
Penulis: Redaksi Mediakom